Kedudukan
Hukum Pejabat
Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi
“Hukum Tata Usaha Negara”
Dosen
Pengampu:
Lukman
Santoso, M.H
Disusun
Oleh:
Deby
Septiyas Jazuli 210214231
Dian
Mayastikasari 210214221
Donni
Lailatul Masruroh 210214201
JURUSAN SYARIAH PRODI MUAMALAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Keberadaan Hukum Tata Negara merupakan bagian dari tata hukum
Indonesia dalam konteks pembangunan hukum Indonesia modern sebagai hukum
publik.
Hukum publik merupakan hukum yang dilaksanakan demi terwujudnya
kepentingan umum, sehingga dalam mewujudkan hukum publik dibentuklah para
pelayan kepentingan masyarakat.
Dalam hal ini akan dibahas mengenai bagian penting dari terwujudnya
kepentingan umum yaitu pejabat politik, pegawai negeri, hakim dan jaksa serta
pegawai BUMN, yang notabennya adalah anggota anggota untuk melayani kepentingan
umum.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
kedudukan hukum Pejabat Politik?
2.
Bagaimana
kedudukan hukum pegawai negeri?
3.
Bagaimana
kedudukan hukum hakim dan jaksa ?
4.
Bagaimana
kedudukan hukum pegawai BUMN?
C.
Tujuan
1.
Agar
mahasiswa mampu memahami kedudukan hukum pejabat politik
2.
Agar
mahasiswa mengetahui kedudukan hukum pegawai negeri
3.
Agar
mahasiswa mengetahui kedudukan hukum hakim dan jaksa
4.
Agar
mahasiswa kedudukan hukum pegawai BUMN
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pejabat Politik
Beberapa jabatan tertentu didalam struktur Pemerintah Republik
Indonesia merupakan jabatan politik.
Istilah Jabatan Politik ini dipergunakan di dalam UU No.18 Tahun 1961, yaitu
Undang-Undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian, sedangkan di dalam
UU No.8 Tahun 1974 dan UU No.43 Tahun 1999, istilah yang dipergunakan ialah
“Pejabat Negara”.
Yang dimaksud Pejabat Negara, menurut Pasal 11 UU No.8 Tahun 1974, dan Pasal 11 dari UU No.43 Tahun 1999, adalah terdiri dari:
1.
Presiden
2.
Ketua,
Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat
3.
Ketua,
Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
4.
Ketua,
Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung serta Ketua, Wakil
Ketua dan Hakim pada semua Badan Peradilan.
5.
Ketua,
Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung
6.
Ketua,
Wakil Ketua dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan
7.
Menteri
dan Jabatan setingkat Menteri
8.
Kepala
Perwakilan Republik Indonesia di luar Negeri yang berkedudukan sebagai Duta
Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh
9.
Gubernur
dan Wakil Gubernur
10.
Bupati/
Walikota dan Wakil Bupati/ Wakil
Walikota dan
11.
Pejabat
Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang. [1]
Menurut penjelasan didalam Pasal-pasal yang terdapat didalam kedua
Undang-undang tersebut, menyatakan bahwa: “ Pegawai Negeri yang diangktat
Pejabat Negara, dibebaskan untuk sementara waktu dari jabatan organiknya selama
menjadi Pejabat Negara, kecuali Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim
Mahkamah Agung”.[2]
B.
Pegawai Negeri
Hukum kepegawaian yang yang dipelajari dalam Hukum Adminitrasi negara
adalah hukum yang berlaku bagi pegawai yang bekerja pada adminitrasi negara
sebagai pegawai negeri, sedangkan untuk pegawai yang bekerja pada pada
perusahaan swasta berlaku ketentuan sendiri yaitu Hukum perburuhan.
Pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur
aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
secara professional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara,
pemerintah, dan pembangunan. Oleh karena itu kedudukannya sebagai unsur
aparatur negara yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
professional, jujur, adil, dan merata.
Pegawai Negeri harus “ netral “ dari
pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Atas dasar itu, maka Pegawai Negeri
dilarang menjadi anggota/ pengurus partai politik. Hal ini dinyatakan dengan
tegas dalam Pasal 3 ayat (2 dan 3). Pegawai Negeri yang menjadi anggota dan/
atau pengurus partai politik harus diberhentikan sebagai Pegawai Negeri, baik
dengan hormat maupun tidak hormat. [3]
Hal ini dinyatakan tegas dalam Peraturan
Pemerintah No. 37 Tahun 2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil menjadi
Anggota Partai Politik. Larangan menjadi anggota dan/ atau pengurus Partai
Politik diperlukan untuk menjaga netralitas Pegawai Negeri dari pengaruh partai
politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan Pegawai Negeri,
serta agar dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaganya pada tugas
yang dibebankan kepadanya.
Larangan dan Kewajiban dalam
Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2004 dalam Pasal 2 dan Pasal 3 serta Pasal 9
dinyatakan Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota dan/ atau pengurus
partai politik. Bagi Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/ atau
pengurus partai politik diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil. Apabila
Pegawai Negeri Sipil akan menjadi anggota dan/ atau pengurus partai politik
wajib mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil. Selanjutnya ia
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Sebaliknya, Pegawai
Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/ atau pengurus partai politik yang tidak
mengundurkan diri atau belum pernah mengajukan permohonan berhenti sebagai
Pegawai Negeri Sipil, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri
Sipil.
Dalam UU No. 43 Tahun 1999 tentang
Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok- pokok Kepegawaian, dianut
prinsip bahwa jabatan yang ada dalam organisasi pemerintah baik jabatan
structural maupun jabatan fungsional merupakan jabatan karier yang hanya dapat
diisi atau diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil, dan/ atau Pegawai Negeri yang
telah beralih status sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 96
Tahun 2000 tentang Wewanang Pengangkatan, Pemindah dan Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil Pasal 1 angka 1 dan 2 serta Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2003
tentang Wewenang Pengangkatan,
Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, Pasal 1 dan 2, membedakan
antara Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah.[4]
Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah
Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan Bekerja pada Departemen, Kejaksaan Agung, Kesekretariatan
Lembaga Kepresidenan, Kantor Negara Koordinator, Kantor Menteri Negara,
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Lembaga Pemerintan Non Departemen,
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara, Badan Narkotika Nasional,
Kesekretariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh Pejabat structural eselon I dan
bukan merupakan bagian dari Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen,
Instansi Vertikal di Daerah Propinsi/ Kabupaten/ Kota, Kepaniteraan Pengadilan
atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas Negara lain.
Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah
Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah Daerah Provinsi/ Kabupaten/ Kota
atau dipekerjakan di luar instansi induknya. [5]
Syarat pegawai Negeri antara lain
yaitu:
1.
Warga
Negara Indonesia (WNI)
2.
Berusia
minimal 18 tahun dan maksimal 40 tahun
3.
Tidak
pernah dihukum kurungan penjara
4.
Tidak
pernah terlibat dalam gerakan penentang pancasila, UUD 1945, Negara dan
Pemerintah
5.
Bersedia
ditempatkan diseluruh wilayah Republik Indonesia dan
6.
Lain
lain
Hak yang didapatkan oleh pegawai negeri sipil yaitu:
1.
Menerima
Gaji
2.
Cuti
3.
Hak
yang berhubungan dengan musibah dalam melaksanakan tugas[6]
C.
Para Hakim dan Jaksa
1.
Hakim
Hakim adalah hakim pengadilan yang dilingkungan peradilan yang
melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman. Hakim adalah pejabat publik judiciil
dari kekuasaan kehakiman dan karena itu jabatan hakim bukan jabatan dibidang
eksekutif. Berdasarkan pada pasal 24 UUD 1945, kekuasaan kehakiman menurut UUD
1945 dilakukan oleh Mahkamah Agung, dan berdasarkan pada penjelasan pasal 24
dan 25 UUD 1945 ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang
merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah.
Sedangkan menurut UU No. 8 Tahun 1974 dinyatakan bahwa Ketua, Wakil
Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Mahkamah
Agung adalah pejabat negara (bagian
Penjelasan dari pasal 11) dan karena itu tidak termasuk pegawai negeri,
sedangkan hakim pada pengadilan negeri dan pengadilan tinggi dan lain-lain
adalah termasuk pegawai negeri sipil pusat (Pasal 2 ayat 2 dan bagian
penjelasannya). Sedangkan susunan, kekuasaan serta acara tentang Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha
Negara diatur dalam UU No.2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum dan UU No.5 Tahun
1986 tentang peradilan umum dan UU No.5 Tahun 1986 tentang Undang-undang
Peradilan Tata Usaha Negara.
UU No.2 Tahun 1986 didalam pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 menyatakan
bahwa: Pembinaan Teknis bagi pengadilan di dalam peradilan umum dilakukan oleh Mahkamah Agung sedang
pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan pengadilan dilakukan oleh Menteri
Kehakiman, demikian juga pada Hakim di lingkungan peradilan tata usaha negara.[7]
Syarat untuk menjadi hakim terdapat dalam UU no. 9 tahun 2004
tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo. Pasal 13 ayat 2 UU no. 3 tahun 2006
tentang Peradilan Agama pada pasal 14 ayat 1. Yaitu:
a.
Warga
Negara
b.
Bertaqwa
pada tuhan Yang Maha Esa
c.
Setia
pada pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
d.
Sarjana
Hukum
e.
Berumur
serendah rendahnya 25 Tahun
f.
Sehat
jasmani dan rohani
g.
Beribawa,
jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela
h.
Bukan
bekas anggota organisasi Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya
atau bukan orang yang terlibat langsung dalam Gerakan 30 September/Partai
Komunis Indonesia.
Pasal 14 ayat 2 dijelaskan bahwa untuk dapat diangkat menjadi hakim
harus pegawai negeri yang berasal dari calon hakim sebagaimana di maksudkan
pada ayat 1.[8]
2.
Jaksa
Jaksa adalah pegawai pemerintahan dalam bidang hukum yang bertugas
menyampaikan dakwaan atau tuduhan didalam proses pengadilan terhadap orang yang
diduga telah melanggar hukum.
Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang dimaksud jaksa adlaah Pejabat
Fungsional yang diberi wewenang oleh undang undanguntuk bertindak sebagai
penuntut umum dan melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang undang.
D.
Pegawai Badan Usaha Milik Negara/BUMN
Pada saat berlakunya UU No. 16 Tahun 1961, Pegawai Perusahaan
Negara , termasuk Pegawai Negeri, meskipun kedudukannya ditetapkan dengan
peraturan perundangan tersendiri, yang pokok-pokoknya adalah sama.
Dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden No.17 Tahun 1976 dan di berlakukannya Perpu
(Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) No.1 Tahun 1969 tentang
bentuk-bentuk usaha negara (yang kemudian menjadi UU No.9 Tahun 1969), maka
perusahaan Negara dijadikan
tiga macam bentuk negara,[9]
yakni:
1.
Perusahaan
Jawatan (Perjan)
Sebagai
salah satu bentuk BUMN memiliki modal berasal dari negara. Besarnya modal
Perusahaan Jawatan ditetapkan melalui APBN. Ciri perusahaan ini adalah:
a.
Memberikan
pelayanan pada masyarakat
b.
Merupakan
bagian dari suatu departemen pemerintah
c.
Dipimpin
langsung pada kepala yang bertanggung jawab pada menteri atau dirjen departemen
yang bersangkutan
d.
Status
karyawannya adalah pegawai negeri
Contoh:
Perjan RS Cipto Mangunkusumo[10]
2.
Perusahaan
Umum (Perum)
Adalah
jenis BUMN yang modalnya masih dimiliki oleh pemerintah, namun masih memiliki
sifat mirip perusahaan jawatan (perjan) dan sisanya perusahaan perseroan. Hal
ini disebabkan karena perum boleh mengejar keuntungan disamping melayani
kepentingan masyarakat. Ciri perusahaan ini adalah:
a.
Bertujuan
melayani kepentingan masyarakat umum tapi juga mengejar keuntungan
b.
Dipimpin
oleh direktur
c.
Mempunyai
kekayaan sendiri dan bergerak diperusahaan swasta. Artinya perum bebas membuat
kontrak kerja dengan emua pihak.
d.
Pekerjanya
adalah PNS yang diatur sendiri (setengah swasta)
e.
Jika
memupuk keuntungan tujuannya untuk mengisi kas negara
Contoh:
Perum Kereta Api (Perumka) operator KA yang kini menjadi PT Kereta Api
Indonesia[11]
3.
Perusahaan
Perseroan. (Persero)
Adalah
BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang
seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh pemerintah (atas nama
Negara). Yang tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan. Ciri perusahaan ini
adalh:
a.
Pendirian
perseran diusulkan oleh menteri kepada presiden
b.
Sebagian
atau seluruh modalnya adalah milik negara dari kekayaan negara yang utak
terpisahkan
c.
Tujuan
utama memperoleh keuntungan
d.
Pegawainya
berstatus pegawai swasta
Contoh:
PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk.[12]
BAB III
KESIMPULAN
Beberapa jabatan tertentu didalam struktur Pemerintah Republik
Indonesia merupakan jabatan politik.
Istilah Jabatan Politik ini dipergunakan di dalam UU No.18 Tahun 1961, yaitu
Undang-Undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian, sedangkan di dalam
UU No.8 Tahun 1974 dan UU No.43 Tahun 1999, istilah yang dipergunakan ialah
“Pejabat Negara”.
Pegawai
negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil dan
merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintah, dan pembangunan. Oleh
karena itu kedudukannya sebagai unsur aparatur negara
yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional,
jujur, adil, dan merata.
Hakim adalah hakim pengadilan yang dilingkungan peradilan yang
melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman. Hakim adalah pejabat publik judiciil
dari kekuasaan kehakiman dan karena itu jabatan hakim bukan jabatan dibidang
eksekutif. Berdasarkan pada pasal 24 UUD 1945, kekuasaan kehakiman menurut UUD
1945 dilakukan oleh Mahkamah Agung, dan berdasarkan pada penjelasan pasal 24
dan 25 UUD 1945 ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang
merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah.
Jaksa adalah pegawai pemerintahan dalam bidang hukum yang bertugas
menyampaikan dakwaan atau tuduhan didalam proses pengadilan terhadap orang yang
diduga telah melanggar hukum.
Pada saat berlakunya UU No. 16 Tahun 1961, Pegawai Perusahaan
Negara , termasuk Pegawai Negeri, meskipun kedudukannya ditetapkan dengan
peraturan perundangan tersendiri, yang pokok-pokoknya adalah sama.
DAFTAR PUSTAKA
Atmodjo, Sudibyo Tai. Hukum Kepegawaian. 1983. Ghalia
Indonesia: Jakarta
Djamitka, Sastra
dan Marsono. Hukum Kepegawaian di Indonesia. 1887. Jakarta: Djambatan.
Harjon, Philipus
M.. Pengantar Hukum Adminitrasi Indonesia. 1993. Gajah Mada University:
Yogjakarta
Marbun. Hukum Administrasi
Negara I. 2012. Yogyakarta : FH UII Press,.
Undang Undang no. 9 tahun 2004
Undang Undang
Nomor 43 tahun 1999: tentang perubahan no. 8 Tahun 1974 tentang pokok pokok
Kepegawaian
Wikipedia
ensiklopedia Indonesia . diakses pada tanggal 09 Desember 2015. Pukul 09.00
http://badanusaha.com/perusahaan-jawatan-perjan.
Diakses pada tanggal 09 Desember 2015 pukul 09.00
[1]Undang Undang
Nomor 43 tahun 1999: tentang perubahan no. 8 Tahun 1974 tentang pokok pokok
Kepegawaian
[2]Sudibyo Tai
Atmodjo, Hukum Kepegawaian (Ghalia
Indonesia: Jakarta. 1983), hlm. 186
[4]Ibid.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7]Philipus M.
Harjon, Pengantar Hukum Adminitrasi Indonesia (Gajah Mada University:
Yogjakarta. 1993), hlm. 275
[8]Undang Undang
no. 9 tahun 2004
[9] Sastra
Djamitka dan Marsono, Hukum Kepegawaian di Indonesia Jakarta: Djambatan.
1887), hlm. 154
[10]
http://badanusaha.com/perusahaan-jawatan-perjan. Diakses pada tanggal 09
Desember 2015 pukul 09.00
[11]Wikipedia
ensiklopedia Indonesia . diakses pada tanggal 09 Desember 2015. Pukul 09.00
[12]Ibid

Jadi intinya apa kedudukan pejabat politik?? karena saya belum dapat poinnya
BalasHapus