Jumat, 11 Maret 2016

Kedudukan Hukum Pejabat



Kedudukan Hukum Pejabat
Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi
 “Hukum Tata Usaha Negara”
Dosen Pengampu:
Lukman Santoso, M.H

Disusun Oleh:
Deby Septiyas Jazuli               210214231
Dian Mayastikasari                 210214221
Donni Lailatul Masruroh         210214201

JURUSAN SYARIAH PRODI MUAMALAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Keberadaan Hukum Tata Negara merupakan bagian dari tata hukum Indonesia dalam konteks pembangunan hukum Indonesia modern sebagai hukum publik.
Hukum publik merupakan hukum yang dilaksanakan demi terwujudnya kepentingan umum, sehingga dalam mewujudkan hukum publik dibentuklah para pelayan kepentingan masyarakat.
Dalam hal ini akan dibahas mengenai bagian penting dari terwujudnya kepentingan umum yaitu pejabat politik, pegawai negeri, hakim dan jaksa serta pegawai BUMN, yang notabennya adalah anggota anggota untuk melayani kepentingan umum.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kedudukan hukum Pejabat Politik?
2.      Bagaimana kedudukan hukum pegawai negeri?
3.      Bagaimana kedudukan hukum hakim dan jaksa ?
4.      Bagaimana kedudukan hukum pegawai BUMN?
C.     Tujuan
1.      Agar mahasiswa mampu memahami kedudukan hukum pejabat politik
2.      Agar mahasiswa mengetahui kedudukan hukum pegawai negeri
3.      Agar mahasiswa mengetahui kedudukan hukum hakim dan jaksa
4.      Agar mahasiswa kedudukan hukum pegawai BUMN


BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pejabat Politik
Beberapa jabatan tertentu didalam struktur Pemerintah Republik Indonesia merupakan jabatan politik. Istilah Jabatan Politik ini dipergunakan di dalam UU No.18 Tahun 1961, yaitu Undang-Undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian, sedangkan di dalam UU No.8 Tahun 1974 dan UU No.43 Tahun 1999, istilah yang dipergunakan ialah “Pejabat Negara”.
Yang dimaksud Pejabat Negara, menurut Pasal 11 UU No.8  Tahun 1974, dan Pasal 11 dari  UU No.43 Tahun 1999, adalah terdiri dari:
1.      Presiden
2.      Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat
3.      Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
4.      Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung serta Ketua, Wakil Ketua dan Hakim pada semua Badan Peradilan.
5.      Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung
6.      Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan
7.      Menteri dan Jabatan setingkat Menteri
8.      Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar Negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh
9.      Gubernur dan Wakil Gubernur
10.  Bupati/ Walikota dan Wakil Bupati/  Wakil Walikota dan
11.  Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang. [1]
Menurut penjelasan didalam Pasal-pasal yang terdapat didalam kedua Undang-undang tersebut, menyatakan bahwa: “ Pegawai Negeri yang diangktat Pejabat Negara, dibebaskan untuk sementara waktu dari jabatan organiknya selama menjadi Pejabat Negara, kecuali Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Mahkamah Agung”.[2]

B.     Pegawai Negeri
Hukum kepegawaian yang yang dipelajari dalam Hukum Adminitrasi negara adalah hukum yang berlaku bagi pegawai yang bekerja pada adminitrasi negara sebagai pegawai negeri, sedangkan untuk pegawai yang bekerja pada pada perusahaan swasta berlaku ketentuan sendiri yaitu Hukum perburuhan.
Pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintah, dan pembangunan. Oleh karena itu kedudukannya sebagai unsur aparatur negara yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil, dan merata.
Pegawai Negeri harus “ netral “ dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Atas dasar itu, maka Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota/ pengurus partai politik. Hal ini dinyatakan dengan tegas dalam Pasal 3 ayat (2 dan 3). Pegawai Negeri yang menjadi anggota dan/ atau pengurus partai politik harus diberhentikan sebagai Pegawai Negeri, baik dengan hormat maupun tidak hormat. [3]
Hal ini dinyatakan tegas dalam Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil menjadi Anggota Partai Politik. Larangan menjadi anggota dan/ atau pengurus Partai Politik diperlukan untuk menjaga netralitas Pegawai Negeri dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan Pegawai Negeri, serta agar dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaganya pada tugas yang dibebankan kepadanya.
Larangan dan Kewajiban dalam Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2004 dalam Pasal 2 dan Pasal 3 serta Pasal 9 dinyatakan Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota dan/ atau pengurus partai politik. Bagi Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/ atau pengurus partai politik diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil. Apabila Pegawai Negeri Sipil akan menjadi anggota dan/ atau pengurus partai politik wajib mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil. Selanjutnya ia diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Sebaliknya, Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/ atau pengurus partai politik yang tidak mengundurkan diri atau belum pernah mengajukan permohonan berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Dalam UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok- pokok Kepegawaian, dianut prinsip bahwa jabatan yang ada dalam organisasi pemerintah baik jabatan structural maupun jabatan fungsional merupakan jabatan karier yang hanya dapat diisi atau diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil, dan/ atau Pegawai Negeri yang telah beralih status sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2000 tentang Wewanang Pengangkatan, Pemindah dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Pasal 1 angka 1 dan 2 serta Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, Pasal 1 dan 2, membedakan antara Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah.[4]
Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Bekerja pada Departemen, Kejaksaan Agung, Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan, Kantor Negara Koordinator, Kantor Menteri Negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Lembaga Pemerintan Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara, Badan Narkotika Nasional, Kesekretariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh Pejabat structural eselon I dan bukan merupakan bagian dari Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen, Instansi Vertikal di Daerah Propinsi/ Kabupaten/ Kota, Kepaniteraan Pengadilan atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas Negara lain.
Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah Daerah Provinsi/ Kabupaten/ Kota atau dipekerjakan di luar instansi induknya. [5]
Syarat pegawai Negeri antara lain yaitu:
1.      Warga Negara Indonesia (WNI)
2.      Berusia minimal 18 tahun dan maksimal 40 tahun
3.      Tidak pernah dihukum kurungan penjara
4.      Tidak pernah terlibat dalam gerakan penentang pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah
5.      Bersedia ditempatkan diseluruh wilayah Republik Indonesia dan
6.      Lain lain
Hak yang didapatkan oleh pegawai negeri sipil yaitu:
1.      Menerima Gaji
2.      Cuti
3.      Hak yang berhubungan dengan musibah dalam melaksanakan tugas[6]


C.    Para Hakim dan Jaksa
1.      Hakim
Hakim adalah hakim pengadilan yang dilingkungan peradilan yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman. Hakim adalah pejabat publik judiciil dari kekuasaan kehakiman dan karena itu jabatan hakim bukan jabatan dibidang eksekutif. Berdasarkan pada pasal 24 UUD 1945, kekuasaan kehakiman menurut UUD 1945 dilakukan oleh Mahkamah Agung, dan berdasarkan pada penjelasan pasal 24 dan 25 UUD 1945 ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah.
Sedangkan menurut UU No. 8 Tahun 1974 dinyatakan bahwa Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda,  dan Hakim Mahkamah Agung adalah pejabat negara  (bagian Penjelasan dari pasal 11) dan karena itu tidak termasuk pegawai negeri, sedangkan hakim pada pengadilan negeri dan pengadilan tinggi dan lain-lain adalah termasuk pegawai negeri sipil pusat (Pasal 2 ayat 2 dan bagian penjelasannya). Sedangkan susunan, kekuasaan serta acara tentang  Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara diatur dalam UU No.2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum dan UU No.5 Tahun 1986 tentang peradilan umum dan UU No.5 Tahun 1986 tentang Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara.
UU No.2 Tahun 1986 didalam pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 menyatakan bahwa: Pembinaan Teknis bagi pengadilan di dalam peradilan umum       dilakukan oleh Mahkamah Agung sedang pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan pengadilan dilakukan oleh Menteri Kehakiman, demikian juga pada Hakim di lingkungan peradilan tata usaha negara.[7]
Syarat untuk menjadi hakim terdapat dalam UU no. 9 tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo. Pasal 13 ayat 2 UU no. 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama pada pasal 14 ayat 1. Yaitu:
a.       Warga Negara
b.      Bertaqwa pada tuhan Yang Maha Esa
c.       Setia pada pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
d.      Sarjana Hukum
e.       Berumur serendah rendahnya 25 Tahun
f.       Sehat jasmani dan rohani
g.      Beribawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela
h.      Bukan bekas anggota organisasi Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya atau bukan orang yang terlibat langsung dalam Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia.
Pasal 14 ayat 2 dijelaskan bahwa untuk dapat diangkat menjadi hakim harus pegawai negeri yang berasal dari calon hakim sebagaimana di maksudkan pada ayat 1.[8]
2.      Jaksa
Jaksa adalah pegawai pemerintahan dalam bidang hukum yang bertugas menyampaikan dakwaan atau tuduhan didalam proses pengadilan terhadap orang yang diduga telah melanggar hukum.
Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang dimaksud jaksa adlaah Pejabat Fungsional yang diberi wewenang oleh undang undanguntuk bertindak sebagai penuntut umum dan melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang undang.


D.    Pegawai Badan Usaha Milik Negara/BUMN
Pada saat berlakunya UU No. 16 Tahun 1961, Pegawai Perusahaan Negara , termasuk Pegawai Negeri, meskipun kedudukannya ditetapkan dengan peraturan perundangan tersendiri, yang pokok-pokoknya  adalah sama.
Dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden No.17  Tahun 1976 dan di berlakukannya Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) No.1 Tahun 1969 tentang bentuk-bentuk usaha negara (yang kemudian menjadi UU No.9 Tahun 1969), maka perusahaan  Negara dijadikan tiga macam bentuk negara,[9] yakni:
1.      Perusahaan Jawatan (Perjan)
Sebagai salah satu bentuk BUMN memiliki modal berasal dari negara. Besarnya modal Perusahaan Jawatan ditetapkan melalui APBN. Ciri perusahaan ini adalah:
a.       Memberikan pelayanan pada masyarakat
b.      Merupakan bagian dari suatu departemen pemerintah
c.       Dipimpin langsung pada kepala yang bertanggung jawab pada menteri atau dirjen departemen yang bersangkutan
d.      Status karyawannya adalah pegawai negeri
Contoh: Perjan RS Cipto Mangunkusumo[10]
2.      Perusahaan Umum (Perum)
Adalah jenis BUMN yang modalnya masih dimiliki oleh pemerintah, namun masih memiliki sifat mirip perusahaan jawatan (perjan) dan sisanya perusahaan perseroan. Hal ini disebabkan karena perum boleh mengejar keuntungan disamping melayani kepentingan masyarakat. Ciri perusahaan ini adalah:
a.       Bertujuan melayani kepentingan masyarakat umum tapi juga mengejar keuntungan
b.      Dipimpin oleh direktur
c.       Mempunyai kekayaan sendiri dan bergerak diperusahaan swasta. Artinya perum bebas membuat kontrak kerja dengan emua pihak.
d.      Pekerjanya adalah PNS yang diatur sendiri (setengah swasta)
e.       Jika memupuk keuntungan tujuannya untuk mengisi kas negara
Contoh: Perum Kereta Api (Perumka) operator KA yang kini menjadi PT Kereta Api Indonesia[11]
3.      Perusahaan Perseroan. (Persero)
Adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh pemerintah (atas nama Negara). Yang tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan. Ciri perusahaan ini adalh:
a.       Pendirian perseran diusulkan oleh menteri kepada presiden
b.      Sebagian atau seluruh modalnya adalah milik negara dari kekayaan negara yang utak terpisahkan
c.       Tujuan utama memperoleh keuntungan
d.      Pegawainya berstatus pegawai swasta
Contoh: PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk.[12]
           



BAB III
KESIMPULAN
Beberapa jabatan tertentu didalam struktur Pemerintah Republik Indonesia merupakan jabatan politik. Istilah Jabatan Politik ini dipergunakan di dalam UU No.18 Tahun 1961, yaitu Undang-Undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian, sedangkan di dalam UU No.8 Tahun 1974 dan UU No.43 Tahun 1999, istilah yang dipergunakan ialah “Pejabat Negara”.
Pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintah, dan pembangunan. Oleh karena itu kedudukannya sebagai unsur aparatur negara yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil, dan merata.
Hakim adalah hakim pengadilan yang dilingkungan peradilan yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman. Hakim adalah pejabat publik judiciil dari kekuasaan kehakiman dan karena itu jabatan hakim bukan jabatan dibidang eksekutif. Berdasarkan pada pasal 24 UUD 1945, kekuasaan kehakiman menurut UUD 1945 dilakukan oleh Mahkamah Agung, dan berdasarkan pada penjelasan pasal 24 dan 25 UUD 1945 ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah.
Jaksa adalah pegawai pemerintahan dalam bidang hukum yang bertugas menyampaikan dakwaan atau tuduhan didalam proses pengadilan terhadap orang yang diduga telah melanggar hukum.
Pada saat berlakunya UU No. 16 Tahun 1961, Pegawai Perusahaan Negara , termasuk Pegawai Negeri, meskipun kedudukannya ditetapkan dengan peraturan perundangan tersendiri, yang pokok-pokoknya  adalah sama.



DAFTAR PUSTAKA

Atmodjo, Sudibyo Tai. Hukum Kepegawaian. 1983. Ghalia Indonesia: Jakarta
Djamitka, Sastra dan Marsono. Hukum Kepegawaian di Indonesia. 1887. Jakarta: Djambatan.
Harjon, Philipus M.. Pengantar Hukum Adminitrasi Indonesia. 1993. Gajah Mada University: Yogjakarta
Marbun. Hukum Administrasi Negara I. 2012. Yogyakarta : FH UII Press,.
Undang Undang no. 9 tahun 2004 
Undang Undang Nomor 43 tahun 1999: tentang perubahan no. 8 Tahun 1974 tentang pokok pokok Kepegawaian
Wikipedia ensiklopedia Indonesia . diakses pada tanggal 09 Desember 2015. Pukul 09.00
http://badanusaha.com/perusahaan-jawatan-perjan. Diakses pada tanggal 09 Desember 2015 pukul 09.00




[1]Undang Undang Nomor 43 tahun 1999: tentang perubahan no. 8 Tahun 1974 tentang pokok pokok Kepegawaian
[2]Sudibyo Tai Atmodjo, Hukum Kepegawaian  (Ghalia Indonesia: Jakarta. 1983), hlm. 186
[3] Dr. S.F. Marbun, Hukum Administrasi Negara I (Yogyakarta : FH UII Press, 2012 )hlm. 268-269
[4]Ibid.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7]Philipus M. Harjon, Pengantar Hukum Adminitrasi Indonesia (Gajah Mada University: Yogjakarta. 1993), hlm. 275
[8]Undang Undang no. 9 tahun 2004 
[9] Sastra Djamitka dan Marsono, Hukum Kepegawaian di Indonesia Jakarta: Djambatan. 1887), hlm. 154
[10] http://badanusaha.com/perusahaan-jawatan-perjan. Diakses pada tanggal 09 Desember 2015 pukul 09.00
[11]Wikipedia ensiklopedia Indonesia . diakses pada tanggal 09 Desember 2015. Pukul 09.00
[12]Ibid

1 komentar:

  1. Jadi intinya apa kedudukan pejabat politik?? karena saya belum dapat poinnya

    BalasHapus