Jumat, 11 Maret 2016

MANUSIA, ALLAH SWT DAN HUKUM ISLAM



MANUSIA, ALLAH SWT DAN HUKUM ISLAM
Makalah Ini Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Filsafat Hukum Islam”



Dosen Pengampu:
Ahmad Faruk, M.Fil.I.

Oleh:
Deby Septyas Jazuli            210214231
Dian Mayastikasari             210214221
Donni Lailatul Masruroh   210214201

JURUSAN SYARI’AH
PROGRAM STUDI MUAMALAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PONOROGO
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan ini. Allah SWT merupakan pencipta seluruh alam. Allah SWT yang menghidupkan dan mematikan semua mahluknya. Sehingga antara mahluk dengan Allah SWT mempunyai hubungan yang tak bisa dipisahkan. Antara pencipta dan yang diciptakan. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai hubungan manusia dengan Allah SWT. Dan juga hubungan hukum islam dengan Allah SWT.
B.     Tujuan
1.      Agar mahasiswa mengetahui hubungan manusia dengan Allah
2.      Agar mahasiswa mampu memahami hubungan Hukum Islam dengan Allah SWT
C.     Rumusan Masalah
1.      Hubungan Manusia dengan Allah SWT
2.      Hubungan Hukum Islam dengan Allah SWT


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hubungan Manusia dengan Allah
Sifat hubungan antara manusia dengan Allah SWT dalam ajaran Islam bersifat timbal-balik, yaitu bahwa manusia melakukan hubungan dengan Tuhan dan Tuhan juga melakukan hubungan dengan manusia. Tujuan hubungan manusia dengan Allah adalah dalam rangka pengabdian atau ibadah. Dengan kata lain, tugas manusia di dunia ini adalah beribadah, sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Quran surat Adz-Dzariat ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴿٥٦﴾
Artinya:
Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada ku.”
Secara garis besar, ibadah kepada Allah itu ada dua macam, yaitu ibadah yang bentuk dan tata caranya telah di tentukan oleh Allah swt, dan ibadah dan bentuk tata caranya yang tidak di tentukan oleh Allah swt. Ibadah jenis pertama adalah Mahdhoh, yaitu ibadah dalam arti ritual khusus, dan tidak bisa diubah-ubah sejak dulu hingga sekarang, misalnya sholat, puasa, dan haji: cara melakukan ruku’ dan sujud dan lafal-lafal apa saja yang harus dibaca dalam melakukan sholat telah ditentukan oleh Allah SWT.3 Demikian pula cara melakukan thawaf dan sa’i dalam haji yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Inti ibadah jenis ini sebenarnya adalah permohonan ampun dan mohan pertolongan dari Allah swt.
Jenis ibadah yang kedua disebut ibadah ghairu mahdoh atau ibadah dalam pengetahuan umum, yaitu segala bentuk perbuatan yang ditujukan untuk kemaslahatan, kesuksesan, dan keuntungan.
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

Artinya:
Sesungguhnya salat itu pencegah perbuatan fahsya’ dan munkar.” (QS Al-Ankabut: 45)
Melalui ayat tersebut dapat diketahui bahwa ruh salat adalah ‘inna shalati wa-nusuki‘, salatku, ibadahku. Penyebutan salat dan nusuk dalam ayat tersebut bertujuan untuk membedakan bahwa salat itu adalah ibadah mahdhah, sementara nusuk adalah ibadah ghairu mahdhah. Para mufassir mengatakan kata nusuk tersebut diterjemahkan dengan insyithatu al-hayat, artinya segala aktivitas hidup kita. Contoh dari ibadah semacam ini adalah menyingkirkan duri dari jalan, membantu orang yang kesusahan, mendidik anak, berusaha, bekerja, menjenguk orang sakit, memaafkan dan sebagainya. Semua perbuatan tersebut, asalkan diniatkan karena Allah SWT dan bermanfaat bagi kepentingan umum, adalah pengabdian atau ibadah kepada Allah SWT.4
Jika inti hubungan manusia dengan Allah adalah pengabdian atau ibadah, maka inti hubungan Tuhan dengan manusia adalah aturan, yaitu perintah dan larangan. Manusia diperintahkan berbuat menurut aturan yang telah ditetapkan Allah. Jika manusia menyimpang dari aturan itu, maka ia akan tercela, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. Aturan itupun ada dua macam, pertama aturan yang dituangkan dalam bentuk hukum-hukum alam (sunnatullah) dan aturan yang dituangkan dalam kitab suci Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad saw.
Aturan yang dituangkan dalam kitab suci Al-Quran dan hadis Nabi, misalnya tentang perintah sholat, perintah zakat, perintah puasa, perintah haji, larangan berzina, larangan mencuri, larangan meminum arak, larangan memakan daging babi, dan lain-lain. Dalam hal ini, manusia diperintahkan menaati segala perintah dan menjauhi segala larangan.
Adapun aturan yang dituangkan dalam hukum alam adalah, misalnya, api itu bersifat membakar. Oleh karena itu, jika orang mau selamat, maka ia harus menjauhkan dirinya dari api. Sebagai contoh lain, benda yang berat jenisnya lebih berat dari air akan tenggelam dalam air. Dengan demikian, manusia akan celaka (tenggelam) jika masuk ke dalam air laut tanpa pelampung, sebab berat jenisnya lebih berat dari air. Demikianlah aturan yang dituangkan dalam kitab suci (āyah qur’āniyah) dan yang dituangkan dalam hukum alam (āyah kawniyah). Keduanya harus dipatuhi agar orang dapat hidup selamat dan sejahtera, baik di dunia maupun di akhirat.
Begitulah prinsip dasar ajaran Islam mengenai hubungan manusia dengan Tuhannya. Intinya adalah pengabdian dan penyembahan kepada Allah (ibadah). Berpegang teguh pada tali agama Allah, lebih tepatnya menyelamatkan diri dari kemunafikan. Memegang tali agama Allah berarti kesetiaan melaksanakan semua ajaran agama dan mendakwahkannya. Selalu meningkatkan amal saleh, mengikatkan hati kepada Allah, serta ikhlas dalam beribadah.[1]
Sifat hubungan antara manusia dengan Allah SWT dalam ajaran Islam bersifat timbal-balik, yaitu bahwa manusia melakukan hubungan dengan Tuhan dan Tuhan juga melakukan hubungan dengan manusia. Tujuan hubungan manusia dengan Allah adalah dalam rangka pengabdian atau ibadah. Dengan kata lain, tugas manusia di dunia ini adalah beribadah, sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Quran surat Adz-Dzariat ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.
Secara garis besar, ibadah kepada Allah itu ada dua macam, yaitu ibadah yang bentuk dan tata caranya telah di tentukan oleh Allah swt, dan ibadah dan bentuk tata caranya yang tidak di tentukan oleh Allah swt. Ibadah jenis pertama adalah Mahdhoh, yaitu ibadah dalam arti ritual khusus, misalnya sholat, puasa, dan haji: cara melakukan ruku’ dan sujud dan lafal-lafal apa saja yang harus dibaca dalam melakukan sholat telah ditentukan oleh Allah SWT; demikian pula cara melakukan thawaf dan sa’i dalam haji beserta lafal bacaannya telah ditentukan oleh Allah SWT. Inti ibadah jenis ini sebenarnya adalah permohonan ampun dan mohan pertolongan dari Allah swt.
            Jenis ibadah yang kedua diseut ibadah ghairu mahdoh atau ibadah dalam pengetahuan umum, yaitu segala bentuk perbuatan yang ditujukan untuk kemaslahatan, kesuksesan, dan keuntungan. Contoh dari ibadah semacam ini adalah menyingkirkan duri dari jalan atau membantu orang yang kesusahan. Semua perbuatan tersebut, asalkan diniatkan karena Allah SWT dan bermanfaat bagi kepentingan umum, adalah pengabdian atau ibadah kepada Allah SWT.
Jika inti hubungan manusia dengan Allah adalah pengabdian atau ibadah, maka inti hubungan Tuhan dengan manusia adalah aturan, yaitu perintah dan larangan. Manusia diperintahkan berbuat menurut aturan yang telah ditetapkan Allah. Jika manusia menyimpang dari aturan itu, maka ia akan tercela, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. Aturan itupun ada dua macam, pertama aturan yang dituangkan dalam bentuk hukum-hukum alam (sunnatullah) dan aturan yang dituangkan dalam kitab suci Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad saw.
Aturan yang dituangkan dalam kitab suci Al-Quran dan hadis Nabi, misalnya tentang perintah sholat, perintah zakat, perintah puasa, perintah haji, larangan berzina, larangan mencuri, larangan meminum arak, larangan memakan daging babi, dan lain-lain. Dalam hal ini, manusia diperintahkan menaati segala perintah dan menjauhi segala larangan. Adapun aturan yang dituangkan dalam hukum alam adalah, misalnya, api itu bersifat membakar. Oleh karena itu, jika orang mau selamat, maka ia harus menjauhkan dirinya dari api. Sebagai contoh lain, benda yang berat jenisnya lebih berat dari air akan tenggelam dalam air. Dengan demikian, manusia akan celaka (tenggelam) jika masuk ke dalam air laut tanpa pelampung, sebab berat jenisnya lebih berat dari air.
Demikianlah aturan yang dituangkan dalam kitab suci (āyah qur’āniyah) dan yang dituangkan dalam hukum alam (āyah kawniyah). Keduanya harus dipatuhi agar orang dapat hidup selamat dan sejahtera, baik di dunia maupun di akhirat.
Begitulah prinsip dasar ajaran Islam mengenai hubungan manusia dengan Tuhannya. Intinya adalah pengabdian dan penyembahan kepada Allah (ibadah), baik dengan cara yang ditentukan oleh Allah maupun yang tidak ditentukan, dan dengan mengacu kepada aturan quraniyah dan kauniyah.
B.     Hubungan Hukum Islam dengan Allah SWT
1.      Pengertian Hukum Islam
Menurut Ahmad Rofiq, Pengertian Hukum Islam adalah seperangkat kaidah-kaidah hukum yang didasarkan pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai tingkah laku mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini, yang mengikat bagi semua pemeluk agama islam.

Pengertian Hukum Islam menurut Zainuddin Ali, Hukum Islam adalah hukum yang diinterprestasikan dan dilaksanakan oleh para sahabat nabi yang merupakan hasil ijtihad dari para mujtahid dan hukum-hukum yang dihasilkan oleh ahli hukum islam melalui metode qiyas dan metode ijtihad lainnya.
Hukum islam merupakan istilah khas di Indonesia, sebagai terjemahan dari al-fiqh al-islam atau dalam konteks tertentu dari as-syariah al-Islamy. Dalam wacana ahli hukum Barat istilah ini disebut Islamic Law.
Penyebutan hukum islam sering dipakai sebagai terjemahan dari syariat islam atau fiqih islam. Apabila syariat islam diterjemahkan sebagai hukum islam (hukum in abstracto), maka berarti syariat islam yang dipahami dalam makna yang sempit.
Untuk mendapatkan pemahaman yang benar mengenai hukum islam, maka yang harus dilakukan menurut H. Muhammad Daud Ali adalah sebagai berikut :
a.       Mempelajari hukum islam dalam kerangka yang mendasar, di mana hukum islam menjadi bagian yang utuh dari ajaran islam.
b.      Menempatkan hukum islam dalam satu kesatuan.
c.       Saling memberi keterkaitan antara syariah dan fiqih dalam aplikasinya yang walaupun dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan.
d.      Dapat mengatur tata hubungan dalam kehidupan, baik secara vertikal maupun horizontal.
2.      Ruang Lingkup Hukum Islam
Ruang Lingkup Hukum Islam menurut Zainuddin Ali, sebagai berikut :
a.       Ibadah sebagai Ruang Lingkup Hukum Islam
Ibadah adalah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah SWT (ritual) yang terdiri atas :
1)      Rukun Islam Yaitu mengucapkan syahadatin, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, melaksanakan puasa di bulan Ramadhan dan menunaikan haji bila mempunyai kemampuan (mampu fisik dan nonfisik).
2)      Ibadah yang berhubungan dengan rukun islam dan ibadah lainnya, yaitu badani dan mali. Badani (bersifat fisik), yaitu bersuci, azan, iqamat, itikad, doa, shalawat, umrah dan lain-lain. Mali (bersifat harta) yaitu zakat, infak, sedekah, kurban dan lain-lain.
b.      Muamalah sebagai Ruang Lingkup Hukum Islam
Muamalah adalah peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lainnya dalam hal tukar-menukar harta (termasuk jual beli), di antaranya : dagang, pinjam-meminjam, sewa-menyewa, kerja sama dagang, simpanan barang atau uang, penemuan, pengupahan, warisan, wasiat dan lain-lain.
c.       Jinayah sebagai Ruang Lingkup Hukum Islam
Jinayah ialah peraturan yang menyangkup pidana islam, di antaranya : qishash, diyat, kifarat, pembunuhan, zina, minuman memabukkan, murtad dan lain-lain.
d.      Siyasah sebagai Ruang Lingkup Hukum Islam
Siyasah yaitu menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan, di antaranya : persaudaraan, tanggung jawab sosial, kepemimpinan, pemerintahan dan lain-lain.
e.       Akhlak sebagai Ruang Lingkup Hukum Islam
Akhlak yaitu sebagai pengatur sikap hidup pribadi, di antaranya : syukur, sabar, rendah hati, pemaaf, tawakal, berbuat baik kepada ayah dan ibu dan lain-lain.
f.       Peraturan lainnya di antaranya : makanan, minuman, sembelihan, berbutu, nazar, pemeliharaan anak yatim, mesjid, dakwah, perang dan lain-lain.
Jika ruang lingkup hukum islam di atas dianalisis objek pembahasannya, maka akan mencerminkan seperangkat norma ilahi yang mengatur tata hubungan manusia dengan Allah, hubungan yang terjadi antara manusia yang satu dengan manusia lain dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dan benda serta alam lingkungan hidupnya. Norma ilahi sebagai pengatur tata hubungan yang dimaksud adalah (1) kaidah ibadah dalam arti khusus atau yang disebut kaidah ibadah murni, mengatur cara dan upacara dalam hubungan langsung antara manusia dengan Tuhannya, dan (2) kaidah muamalah yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan makhluk lain di lingkungannya.[2]
Jadi hubungan hukum islam dengan Allah adalah bahwa Allah merupakan sumber dari pembuatan hukum islam. Dan hukum islam adalah alat atau sarana yang digunakan untuk mengumpulkan sumber tersebut.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Sifat hubungan antara manusia dengan Allah SWT dalam ajaran Islam bersifat timbal-balik, yaitu bahwa manusia melakukan hubungan dengan Tuhan dan Tuhan juga melakukan hubungan dengan manusia.
Jika inti hubungan manusia dengan Allah adalah pengabdian atau ibadah, maka inti hubungan Tuhan dengan manusia adalah aturan, yaitu perintah dan larangan. Manusia diperintahkan berbuat menurut aturan yang telah ditetapkan Allah
Pengertian Hukum Islam menurut Zainuddin Ali, Hukum Islam adalah hukum yang diinterprestasikan dan dilaksanakan oleh para sahabat nabi yang merupakan hasil ijtihad dari para mujtahid dan hukum-hukum yang dihasilkan oleh ahli hukum islam melalui metode qiyas dan metode ijtihad lainnya. Jadi hubungan hukum islam dengan Allah adalah bahwa Allah merupakan sumber dari pembuatan hukum islam. Dan hukum islam adalah alat atau sarana yang digunakan untuk mengumpulkan sumber tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
Sholikhin, Muhammad. 2008. Hadirkan Allah Di Hatimu, Ed. Sukini. Solo: Tiga Serangkai.
FHI/Pengertian%20dan%20Ruang%20Lingkup%20Hukum%20Islam%20_%20Pengertian%20Pakar.html diakses pada 14/11/2015 pukul 20.54



[1] Muhammad Sholikhin, Hadirkan Allah Di Hatimu, Ed. Sukini (Solo: Tiga Serangkai, 2008), 118-122.
[2]FHI/Pengertian%20dan%20Ruang%20Lingkup%20Hukum%20Islam%20_%20Pengertian%20Pakar.html diakses pada 14/11/2015 pukul 20.54

Tidak ada komentar:

Posting Komentar