Jumat, 11 Maret 2016

Akhlak



Akhlak
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Studi Akhlak Tassawuf



Dosen Pengampu:
Imroatul Munfaridah, M.S.I

Oleh:
Donni Lailatul Masruroh (210214201)
Sofwanudin


JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAH
(STAIN) PONOROGO
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Konsep Akhlak merupakan konsep hidup yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, manusia dengan alam sekitarnya dan manusia dengan manusia itu sendiri.
Agar manusia berjalan pada jalan yang benar dan terhindar dari sifat sifat yang buruk maka Akhlak dibutuhkan dalam menuntun mereka.
Tujuan dari pendidikan Islam adalah sama dengan tujuan pembentukan akhlak itu sendiri, yaitu membangun mental dan pribadi muslim yang ideal.

B.       Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu:
1.      Untuk memaparkan dan menjelaskan akhlak dalam alquran dan akhlak dalam hadist.
2.      Agar mahasiswa mampu mengetahui faktor pembentukan akhlak.
3.      Agar mahasiswa dapat menerapkan dalam kehidupan sehari hari yang mencerminkan memiliki ahklak yang mulia.
C.       Rumusan Masalah
1.      Pengertian Akhlak
2.      Metode Pembinaan Akhlak
3.      Faktor Pembentuk Akhlak


BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Akhlak
Menurut Wikipedia Indonesia Ensiklopedia Bebas akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa arab yang berarti perangai, tingkah laku atau tabiat.[1]
Ada 2 perdebatan mengenai akhlak yaitu akhlak dapat dibentuk dan tidak dapat dibentuk.
Menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah insting (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini bahwa masalah akhlak adalah pembawaan dari manusia sendiri, yaitu kecenderungan kepada kebaikan atau fitrah yang ada dalam diri manusia itu, dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cenderung kepada kebenaran. Kelompok ini juga menduga bahwa akhlak adalah gambaran batin sebagaimana terpantul dalam perbuatan lahir.
Pendapat kedua berpendirian bahwa akhlak dapat berfaedah secara nyata. Tokoh pendirinya adalah Socrates, pencetus etika. Yang berpendapat bahwa bodoh adalah sumber keburukan dan kejahatan, sementara ilmu pengetahuan merupakan sumber kebajukan dan kemaslahatan[2].
a.       Akhlak dalam alQuran:
Al Quran bersungsi menyampaikan risalah hidayah untuk menata sikap dan perilaku yang harus dilakukan manusia. Dalam firman Allah:
$O!9# ÇÊÈ   y7Ï9ºsŒ Ü=»tGÅ6ø9$# Ÿw |=÷ƒu ¡ ÏmÏù ¡ Wèd z`ŠÉ)­FßJù=Ïj9 ÇËÈ  
Artinya:1. Alif laam miin[10]. 2. Kitab[11] (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa[12],
Menurut Syaikh  Abdurrahman Nashir As-Sa’di, al-Quran memiliki dua macam petunjuk.
1.      Berupa perintah, larangan dan informasi tentang perbuatan yang baik menurut syariah atau urf (kebiasaan). Berdasarkan akal, syariah dan tradisi.
2.      Menganjurkan manusia memanfaatkan daya nalarnya untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat.
Ayat ayat Al Quran sangat embangun karakter akhlak. Beberapa diantaranya adalah pengarahan agar umat manusia berakhlakul karimah, bisa dilihat pada beberapa surah dan ayat berikut ini yang mengungkapkan hal hal yang berkenaan dengan perilaku, penjagaan diri, sifat pemaaf dan kejujuran.
@è% šúüÏZÏB÷sßJù=Ïj9 (#qÒäótƒ ô`ÏB ôMÏd̍»|Áö/r& (#qÝàxÿøtsur óOßgy_rãèù
4 y7Ï9ºsŒ 4s1ør& öNçlm; 3 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqãèoYóÁtƒ ÇÌÉÈ  
Artinya: “30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".”
Al Quran sendiri melakukan proses pendidikan melalui latihan latihan, baik formal maupun informal. Pendidikan akhlak ini merupakan proses mendidik, memelihara, membentuk, dan memberika latihan mengenai akhlak dan kecerdasan berfikir yang baik.[3]
b.      Akhlak dalam hadist contohnya:
Akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan keras dan sungguh sungguh.[4] Imam al-Ghazali, misalnya mengatakan:
لَوكَا نَتِ اْ لاَخْلاَ قُ لاَ تَقْبَلُ التَغَبُّرَ لَبَطَلَتِ اْلوَ صَا يَا وَاْلمَوَاعِظَ وَالتَأْ دِيْبَا تُ وَلمِاَ قَالَ رَسُوْل ِللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَمَ حَسِّنُوْا اَخْلَا قَكُمْ
Artinya: “Seandainya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan maka batallah fungsi wasiat, nasihat dan pendidikan dan tidak ada pula fungsinya hadist nabi yang mengatakan: perbaikilah akhlak kamu sekalian”.
Banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Muhammad Athiyah al-Abrasyi misalnya mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan islam.[5]
2.      Metode Pembinaan Akhlak
Perhatian islam yang demikian terhadap pembinaan akhlak ini dapat diliat dari perhatian islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan dari pada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan perbuatan yang baik.
Pembinaan akhlak dalam islam juga terintegrasi dengan pelaksanaan rukun silam. Hasil analisis Muhammad Al-Ghazali terhadap rukun islam yang lima telah menunjukkan dengan jelas, bahwa rukun islam yang lima itu terkandung konsep pembinaan akhlak.
a.       Pertama, mengucap dua kalimat syahadat, yaitu bersaksi tiada yuhan selain Allah dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat ini mengandung pernyataan bahwa selama hidupnya manusia hanya tunduk kepada aturan dan tuntutan Allah. Orang yang patuh terhadap Allah sudah dapat dipastikan akan menjadi orang baik.
b.      Kedua, mengerjakan shalat lima waktu. Shalat diharapkan dapat menghasilkan akhlak yang mulia yaitu, bersikap tawadlu, mengagungkan Allah, berzikir membantu fakir miskin dan orang yang mendapat musibah. Selain itu (shalat jamaah) menghasilkan serangkaian perbuatan seperti kesahajaan.
c.       Ketiga, zakat. Zakat juga mengandung didikan akhlak yaitu, agar orang yang melaksanakannya dapat membersihkan diri dari sifat kikir, mementingkan diri sendiri dan membersihkan hartanya dari hak orang lain.
d.      Keempat, puasa. Puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum dalam waktu yang terbatas. Tetapi juga  merupakan latihan diri dari keinginan melakukan perbuatan yang keji yang dilarang.
e.       Kelima, ibadah haji. Dalam ibadah haji ini pun nilai pembinaan akhlaknya lebih besar lagi dibanding dengan nilai pembinaan akhlak yang adapada rukun islam lainnya.
Hubungan ibadah haji dengan pembinaan akhlak ini dapat dipahami pada ayat yang berbunyi:
kptø:$# ֍ßgô©r& ×M»tBqè=÷è¨B 4 `yJsù uÚtsù  ÆÎgŠÏù ¢kptø:$# Ÿxsù y]sùu Ÿwur šXqÝ¡èù Ÿ
wur tA#yÅ_ Îû Ædkysø9$# 3 $tBur (#qè=yèøÿs? ô`ÏB 9Žöyz çmôJn=÷ètƒ ª!$# 3 (#rߊ¨rts?ur  cÎ*sù
 uŽöyz ÏŠ#¨9$# 3uqø)­G9$# 4 Èbqà)¨?$#ur Í<'ré'¯»tƒ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÐÈ  
 Artinya: “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh berkata kotor,  berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.
Hubungan Rukun Islam terhadap pembinaan akhlak sebagaimana yang digambarkan diatas, menunjukkan bahwa pembinaan akhlak yang ditempuh Islam adalah menggunakan cara atau sistem yang integrated.
Cara lain yaitu dengan pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara kontiyu. Cara lain yang tak kalah ampuhnya adalah dengan cara keteladanan. Selain itu dapat juga ditempuh dengan cara senantiasa menganggap dirinya yang banyak kekurangannya daripada kelebihannya.
3.      Faktor-faktor pembentukan akhlak
Untuk menjelaskan faktor pembentukan akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada 3 aliran yang sudah amat populer:
a.       Aliran Natavisisme faktor yang paling pengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat akal dan lain lain.
Nativisme sendiri adalah pandangan bahwa keterampilan-keterampilan atau kemampuan-kemampuan tertentu bersifat alamiah atau sudah tertanam dalam otak sejak lahir. Pandangan ini berlawanan dengan empirisme, teori tabula rasa, yang menyatakan bahwa otak hanya mempunyai sedikit kemampuan bawaan dan hampir segala sesuatu dipelajari melalui interaksi dengan lingkungan.[6] Jika seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecenderungan kepada yang baik, maka dengan sendirinya orang menjadi baik
Aliran ini tampaknya begitu yakin akan potensi batin yang ada dalam diri manusia, dan hal ini kelihatanya erat sekali dengan pendapat aliran intuisme dalam hal penentuan baik dan buruk sebagaimana telah diuraikan diatas. Aliran ini tampak kurang menghargai atau kurang memperhitungkan peranan pendidikan dan pembinaan.
a.       Aliran empirisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar yaitu lingkungan sosial yang termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik maka baiklah anak itu, dan sebaliknya. Aliran ini tampak lebih begiu percaya terhadap peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikann dan pengajaran.
b.      Aliran konvergensi berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor internal yaitu pembawaan si anak dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khususn atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial. Fitrah dan kecenderungan kearah yang baik yang ada didalam diri manusia dibina secara intensif melalui berbagai metode.
Aliran yang ketiga ini tampak dalam al quran al nahl. 16.78
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© Ÿ@yèy_ur
ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur   öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ  
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik yaitu penglihatan pendengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan.[7]
Jadi, demikian faktor pembentukan akhlak ada 2 faktor yaitu faktor dari dalam (potensi fisik, intelektual, dan hati yang dibawa anak sejak lahir). Dan faktor dari luar (kedua orang tua dirumah, guru disekolah dan tokoh tokoh serta pimpinan di masyarakat).


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
1.      Akhlak adalah Menurut Wikipedia Indonesie Ensiklopedia Bebas akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa arab yang berarti perangai, tingkah laku atau tabiat.
2.      Metode dalam pembinaan akhlak ada beberapa cara antara lain yaitu dengan pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara kontiyu.
3.      Faktor pembentukkan akhlak adalah dalam aliran natavisme, empiris dan konvergensi.
4.      Manfaat dalam pembinaan akhlak adalah Memperkuat dan Menyempurnakan Agama, mempermudah Perhitungan Amal di akhirat, Menghilangkan Kesulitan, selamat Hidup di dunia dan di akhirat.
Kritik dan Saran:
Dalam penulisan makalah ini kami masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA
Id.m.wikipedia.org/wiki/Akhlak, Akhlak, 21 Oktober 2014. 18.00
Tualeka, Hamzah dkk. 2011. Akhlak Tasawuf. Surabaya. IAIN Sunan Ampel.
Nata, Abuddin. 2012. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta. PT 
        RajaGrafindo Persada.
Nata, Abuddin. 2010.  Akhlak Tasawuf . Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.
Hafidhuddin, Didin. 2012.  Pendidikan Karakter. Depok: PT Raja Grafindo
       Persada.



[1] Id.m.wikipedia.org/wiki/Akhlak, Akhlak, 21 Oktober 2014. 18.00
[2] Hamzah Tualeka dkk, Akhlak Tasawuf  (Surabaya: IAIN Sunan Ampel. 2011), 133
[3] Didin Hafidhuddin, Pendidikan Karakter (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2012), 65.
[4] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2012), 134.
[5] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf  (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2010), 155
[6] wikipedia, Nativisme tanggal 19 Oktober 2014, 10.45.
[7] Opcit., 158

Tidak ada komentar:

Posting Komentar