Akhlak
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Studi Akhlak Tassawuf”
Dosen
Pengampu:
Imroatul Munfaridah, M.S.I
Oleh:
Donni Lailatul Masruroh (210214201)
Sofwanudin
JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAH
(STAIN) PONOROGO
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Konsep Akhlak merupakan konsep hidup yang mengatur hubungan antara manusia
dengan Allah, manusia dengan alam sekitarnya dan manusia dengan manusia itu
sendiri.
Agar manusia berjalan pada jalan yang benar dan terhindar dari sifat sifat
yang buruk maka Akhlak dibutuhkan dalam menuntun mereka.
Tujuan dari pendidikan Islam adalah sama dengan tujuan pembentukan akhlak
itu sendiri, yaitu membangun mental dan pribadi muslim yang ideal.
B.
Tujuan
Tujuan
dari makalah ini yaitu:
1.
Untuk memaparkan dan menjelaskan akhlak dalam alquran dan akhlak dalam
hadist.
2.
Agar mahasiswa mampu mengetahui faktor pembentukan akhlak.
3.
Agar mahasiswa dapat menerapkan dalam kehidupan sehari hari yang
mencerminkan memiliki ahklak yang mulia.
C.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian Akhlak
2.
Metode Pembinaan Akhlak
3.
Faktor Pembentuk Akhlak
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Akhlak
Menurut Wikipedia Indonesia Ensiklopedia Bebas akhlak
merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa arab yang berarti
perangai, tingkah laku atau tabiat.[1]
Ada 2 perdebatan mengenai akhlak yaitu akhlak dapat
dibentuk dan tidak dapat dibentuk.
Menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk,
karena akhlak adalah insting (garizah) yang
dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini bahwa masalah akhlak adalah
pembawaan dari manusia sendiri, yaitu kecenderungan kepada kebaikan atau fitrah
yang ada dalam diri manusia itu, dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi
yang selalu cenderung kepada kebenaran. Kelompok ini juga menduga bahwa akhlak
adalah gambaran batin sebagaimana terpantul dalam perbuatan lahir.
Pendapat kedua berpendirian bahwa akhlak dapat berfaedah
secara nyata. Tokoh pendirinya adalah Socrates, pencetus etika. Yang
berpendapat bahwa bodoh adalah sumber keburukan dan kejahatan, sementara ilmu
pengetahuan merupakan sumber kebajukan dan kemaslahatan[2].
a.
Akhlak dalam alQuran:
Al Quran bersungsi menyampaikan risalah hidayah untuk
menata sikap dan perilaku yang harus dilakukan manusia. Dalam firman Allah:
$O!9#
ÇÊÈ y7Ï9ºs
Ü=»tGÅ6ø9$#
w
|=÷u
¡
ÏmÏù
¡
Wèd
z`É)FßJù=Ïj9
ÇËÈ
Artinya: “1. Alif laam miin[10]. 2. Kitab[11] (Al Quran)
ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa[12],
Menurut Syaikh
Abdurrahman Nashir As-Sa’di, al-Quran memiliki dua macam petunjuk.
1.
Berupa perintah, larangan dan informasi tentang perbuatan yang baik menurut
syariah atau urf (kebiasaan). Berdasarkan akal, syariah dan tradisi.
2.
Menganjurkan manusia memanfaatkan daya nalarnya untuk melakukan sesuatu
yang bermanfaat.
Ayat ayat Al Quran sangat embangun karakter akhlak.
Beberapa diantaranya adalah pengarahan agar umat manusia berakhlakul karimah,
bisa dilihat pada beberapa surah dan ayat berikut ini yang mengungkapkan hal
hal yang berkenaan dengan perilaku, penjagaan diri, sifat pemaaf dan kejujuran.
@è%
úüÏZÏB÷sßJù=Ïj9
(#qÒäót
ô`ÏB
ôMÏdÌ»|Áö/r&
(#qÝàxÿøtsur
óOßgy_rãèù
4
y7Ï9ºs
4s1ør&
öNçlm;
3
¨bÎ)
©!$#
7Î7yz
$yJÎ/
tbqãèoYóÁt
ÇÌÉÈ
Artinya: “30.
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".”
Al Quran sendiri melakukan proses pendidikan melalui
latihan latihan, baik formal maupun informal. Pendidikan akhlak ini merupakan
proses mendidik, memelihara, membentuk, dan memberika latihan mengenai akhlak
dan kecerdasan berfikir yang baik.[3]
b.
Akhlak dalam hadist contohnya:
Akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan
dan perjuangan keras dan sungguh sungguh.[4] Imam
al-Ghazali, misalnya mengatakan:
لَوكَا
نَتِ اْ لاَخْلاَ قُ لاَ تَقْبَلُ التَغَبُّرَ لَبَطَلَتِ اْلوَ صَا يَا
وَاْلمَوَاعِظَ وَالتَأْ دِيْبَا تُ وَلمِاَ قَالَ رَسُوْل ِللهِ صَلَّى الله
عَلَيْهِ وَ سَلَمَ حَسِّنُوْا اَخْلَا قَكُمْ
Artinya: “Seandainya
akhlak itu tidak dapat menerima perubahan maka batallah fungsi wasiat, nasihat
dan pendidikan dan tidak ada pula fungsinya hadist nabi yang mengatakan:
perbaikilah akhlak kamu sekalian”.
Banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan
bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Muhammad Athiyah al-Abrasyi
misalnya mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan
tujuan pendidikan islam.[5]
2.
Metode Pembinaan Akhlak
Perhatian islam yang demikian terhadap pembinaan akhlak
ini dapat diliat dari perhatian islam terhadap pembinaan jiwa yang harus
didahulukan dari pada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akan
lahir perbuatan perbuatan yang baik.
Pembinaan akhlak dalam islam juga terintegrasi dengan
pelaksanaan rukun silam. Hasil analisis Muhammad Al-Ghazali terhadap rukun
islam yang lima telah menunjukkan dengan jelas, bahwa rukun islam yang lima itu
terkandung konsep pembinaan akhlak.
a.
Pertama, mengucap dua kalimat syahadat, yaitu bersaksi tiada yuhan selain
Allah dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat ini
mengandung pernyataan bahwa selama hidupnya manusia hanya tunduk kepada aturan
dan tuntutan Allah. Orang yang patuh terhadap Allah sudah dapat dipastikan akan
menjadi orang baik.
b.
Kedua, mengerjakan shalat lima waktu. Shalat diharapkan dapat menghasilkan
akhlak yang mulia yaitu, bersikap tawadlu, mengagungkan Allah, berzikir
membantu fakir miskin dan orang yang mendapat musibah. Selain itu (shalat
jamaah) menghasilkan serangkaian perbuatan seperti kesahajaan.
c.
Ketiga, zakat. Zakat juga mengandung didikan akhlak yaitu, agar orang yang
melaksanakannya dapat membersihkan diri dari sifat kikir, mementingkan diri
sendiri dan membersihkan hartanya dari hak orang lain.
d.
Keempat, puasa. Puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum dalam
waktu yang terbatas. Tetapi juga merupakan
latihan diri dari keinginan melakukan perbuatan yang keji yang dilarang.
e.
Kelima, ibadah haji. Dalam ibadah haji ini pun nilai pembinaan akhlaknya
lebih besar lagi dibanding dengan nilai pembinaan akhlak yang adapada rukun
islam lainnya.
Hubungan
ibadah haji dengan pembinaan akhlak ini dapat dipahami pada ayat yang berbunyi:
kptø:$# Ößgô©r& ×M»tBqè=÷è¨B 4 `yJsù uÚtsù ÆÎgÏù ¢kptø:$# xsù y]sùu wur XqÝ¡èù
wur tA#yÅ_ Îû Ædkysø9$# 3 $tBur (#qè=yèøÿs? ô`ÏB 9öyz çmôJn=÷èt ª!$# 3 (#rߨrts?ur cÎ*sù
uöyz Ï#¨9$# 3uqø)G9$# 4 Èbqà)¨?$#ur Í<'ré'¯»t É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÐÈ
Artinya: “(Musim)
haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, Barangsiapa
yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh
berkata
kotor, berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam
masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya
Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah
takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal”.
Hubungan Rukun Islam terhadap pembinaan akhlak
sebagaimana yang digambarkan diatas, menunjukkan bahwa pembinaan akhlak yang
ditempuh Islam adalah menggunakan cara atau sistem yang integrated.
Cara lain yaitu dengan pembiasaan yang dilakukan sejak
kecil dan berlangsung secara kontiyu. Cara lain yang tak kalah ampuhnya adalah
dengan cara keteladanan. Selain itu dapat juga ditempuh dengan cara senantiasa
menganggap dirinya yang banyak kekurangannya daripada kelebihannya.
3.
Faktor-faktor pembentukan akhlak
Untuk
menjelaskan faktor pembentukan akhlak pada khususnya dan pendidikan pada
umumnya, ada 3 aliran yang sudah amat populer:
a. Aliran Natavisisme faktor yang paling
pengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam
yang bentuknya dapat berupa kecenderungan,
bakat akal dan lain lain.
Nativisme sendiri adalah pandangan bahwa
keterampilan-keterampilan atau kemampuan-kemampuan tertentu bersifat alamiah
atau sudah tertanam dalam otak
sejak lahir. Pandangan ini berlawanan dengan empirisme,
teori tabula rasa,
yang menyatakan bahwa otak hanya mempunyai sedikit kemampuan bawaan dan hampir
segala sesuatu dipelajari
melalui interaksi dengan lingkungan.[6] Jika seseorang sudah
memiliki pembawaan atau kecenderungan kepada yang baik, maka dengan sendirinya
orang menjadi baik
Aliran ini tampaknya
begitu yakin akan potensi batin yang ada dalam diri manusia, dan hal ini
kelihatanya erat sekali dengan pendapat aliran intuisme dalam hal penentuan
baik dan buruk sebagaimana telah diuraikan diatas. Aliran ini tampak kurang
menghargai atau kurang memperhitungkan peranan pendidikan dan pembinaan.
a. Aliran empirisme bahwa faktor yang
paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar
yaitu lingkungan sosial yang termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan.
Jika pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik maka baiklah
anak itu, dan sebaliknya. Aliran ini tampak lebih begiu percaya terhadap
peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikann dan pengajaran.
b. Aliran konvergensi berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi
oleh faktor internal yaitu pembawaan si anak dan faktor dari luar yaitu
pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khususn atau melalui interaksi
dalam lingkungan sosial. Fitrah dan kecenderungan kearah yang baik yang ada
didalam diri manusia dibina secara intensif melalui berbagai metode.
Aliran
yang ketiga ini tampak dalam al quran al nahl. 16.78
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& w cqßJn=÷ès? $\«øx© @yèy_ur
ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur öNä3ª=yès9 crãä3ô±s? ÇÐÑÈ
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan
kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia
memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.
Ayat
tersebut memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik yaitu
penglihatan pendengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut harus
disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan.[7]
Jadi, demikian faktor pembentukan akhlak ada 2 faktor
yaitu faktor dari dalam (potensi fisik, intelektual, dan hati yang dibawa anak
sejak lahir). Dan faktor dari luar (kedua orang tua dirumah, guru disekolah dan
tokoh tokoh serta pimpinan di masyarakat).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
1.
Akhlak adalah Menurut Wikipedia Indonesie Ensiklopedia Bebas akhlak
merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa arab yang berarti
perangai, tingkah laku atau tabiat.
2.
Metode dalam
pembinaan akhlak ada beberapa cara antara lain
yaitu dengan pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara
kontiyu.
3.
Faktor pembentukkan akhlak adalah dalam aliran natavisme, empiris dan
konvergensi.
4.
Manfaat dalam pembinaan akhlak adalah Memperkuat dan Menyempurnakan Agama, mempermudah Perhitungan Amal di
akhirat, Menghilangkan Kesulitan, selamat Hidup di dunia dan di akhirat.
Kritik dan Saran:
Dalam
penulisan makalah ini kami masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Id.m.wikipedia.org/wiki/Akhlak, Akhlak, 21 Oktober 2014. 18.00
Tualeka,
Hamzah dkk. 2011. Akhlak Tasawuf.
Surabaya. IAIN Sunan Ampel.
Nata, Abuddin. 2012. Akhlak Tasawuf
dan Karakter Mulia. Jakarta. PT
RajaGrafindo Persada.
RajaGrafindo Persada.
Nata, Abuddin. 2010. Akhlak
Tasawuf . Jakarta. PT RajaGrafindo
Persada.
Hafidhuddin, Didin. 2012. Pendidikan Karakter. Depok: PT Raja Grafindo
Persada.
Persada.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar