KELOMPOK 6
Judul : Sai Antara Buki Shafa dan Marwa
Jurusan/Prodi :
Syariah/Muamalah . SMG Tahun ajaran 2015/2016
Nama Kelompok : 1. Donni Lailatul Masruroh (210214201)
2. Nian Wafiratul (210214204)
3. Riska Dwi Anissa (210214207)
4. Wahyu Hilda Safitri (210214216)
Resum ini diajukan untuk
memenuhi mata kuliah Tafsir Ahkam
Pendahuluan:
Dalam melakukan
umrah dan Haji terdapat hal yang harus dilakukan. Setiap perbuatan dalam haji
dan umrah sebenarnya mengandung rahasia dan sejarah didalamnya. Antara lain
adalah Sai. Sai adalah berlari kecil kecilan sebagai rangkaian ibadah haji dan
umrah, dimulai dari bukit shafa ke bukit marwa lalu kembali sebaliknya.
Perjalanan bolak balik itu harus berjumlah 7 kali.
Orang yang pertama
kali melakukan sai adalah ibu Ismail. Waktu itu Siti Hajar kebingungan karena
anaknya Ismail menangis kehausan. Dalam ibadah Sai antara Shafa dan marwa
mengandung pengertian memohon pertolongan kepada Allah dalam menghadapi
kesulitan. Karena pada tempat itu Allah menghilangkan kesusahan yang menimpa
Hajar dan anaknya Ismail.
Hukum dalam
melakukan Sai saat ini masih banyak perbedaan pendapat dari berbagai ulama.
Mereka mengemukakan pendapatnya dengan menyertakan alasan alasan yang terkait.
Dalam makalah ini
akan membahas mengenai dasar hukum sai dalam Al Quran beserta makna globalnya
juga kajian hukum melakukan sai juga hikmah yang didapat ketika melakukan Sai.
A. Dasar Hukum/Dalil
*
¨bÎ)
$xÿ¢Á9$#
nouröyJø9$#ur
`ÏB Ìͬ!$yèx© «!$# (
ô`yJsù
¢kym
|Møt7ø9$#
Írr&
tyJtFôã$#
xsù
yy$oYã_ Ïmøn=tã br&
§q©Üt
$yJÎgÎ/ 4
`tBur tí§qsÜs? #Zöyz
¨bÎ*sù
©!$#
íÏ.$x© íOÎ=tã
ÇÊÎÑÈ
Artinya: “Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari
syi'ar Allah. Maka Barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau
ber-'umrah, Maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. dan
Barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka
Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha mengetahui.[1]
B.
Makna Global
Shafa Dan Marwah
Shafa secara bahasa adalah batu yang lembut. Dikuatkan dari hal bersih
tidak ada kecampuran suatupun.
Dalam arti luas shofa adalah batu yang halus dan menjadi keras.
Allah bersabda dalam QS. Al Baqarah ayat 264
… ¼ã&é#sVyJsù
È@sVyJx.
Ab#uqøÿ|¹ …. ÇËÏÍÈ
Artinya: “Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin”
Jamaknya sofa “صاة”
Mubarrad berkata: “Shofa
itu setiap batu yang tidak tercampur yang lain dari debu atau tanah liat”.
Marwa kholil berkata “Bebatuan yang putih dan halus”.
Marwa diumpamakan buah kurma.
Alwasyi berkata “Terkadang dijadikan dalam adat orang-orang yang
berilmu dua gunung dengan mekah secara bahasa”.
Allah Aza Wajala bersabda “sesungguhnya sofa dan marwah – wahai mukminin, adalah sebagian dai sekian
banyak tanda tanda agama Allah swt. Yang telah dijadikannya sebagai rambu rambu
dan monumen kebesaran bagi hamba hamba Nya yang dapat mereka jadikan sarana
menyembahNya dan memanjatkan doa, berdzikir dan berbagai ,a,cam amal yang dapat
mendekatkan diri padaNya.
Sai antara dua bukit ini (Shafa dan Marwa)
merupakan salah satu tanda kebesaran agama Islam dan salah satu amalan menasik
haji yang tidak boleh diabaikan. Karena ia (sai) adalah ketetapan Dzat Yang
Maha Bijaksana lagi maha mengetahui, yakni ketetapan (hukum) yang telah
diperintahkan-Nya kepada kekasihnya Ibrahim as. syara’ perkara yang
diperintahkan tersebut mengikuti jejak nabi Ibrahim. Dalilnya:
$uZ/u
$uZù=yèô_$#ur Èû÷üyJÎ=ó¡ãB y7s9 `ÏBur
!$uZÏFÍhè Zp¨Bé& ZpyJÎ=ó¡B y7©9 $tRÍr&ur
$oYs3Å$uZtB
ó=è?ur
!$oYøn=tã
( y7¨RÎ)
|MRr&
Ü>#§qG9$#
ÞOÏm§9$#
ÇÊËÑÈ
Artinya: Ya Tuhan Kami, Jadikanlah Kami
berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak
cucu Kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada Kami
cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji Kami, dan terimalah taubat kami.
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Maka barang siapa diantara kamu, hai orang
orang beriman, menuju ke Baitullah Al Atiq untuk menunaikan ibadah haji, atau
menuju kepadanya untuk keperluan ziarah, maka janganlah sekali kali ia merasa
berdosa mengerjakan sai diantara keduanya. Karena memang tak ada dosa baginya.
Sebab ia bersa’i hanyalah karena Allah swt: semata mata, menuruti perintahNya
dan mencari ridhaNya. [2]
Orang orang musyrik tidaklah demikian, mereka
bersai karena beberapa berhala itu. Sedangkan kalian bersai kare Allah Tuhan
semesta alam. Oleh sebab itu janganlah kalian meninggalkan sai diantara
keduanya, hanya karena khawatir menyerupai orang orang diantara keduanya karena
kufur, sedangkan kalian sai diantara keduanya karena beriman dan percaya rasul
utusanNya dan taat kepada perintahKu.
Maka tidaklah dosa bagi kalian dalam kebajikan
secara sukarela dengan menunaikan haji dan umrah setelah menunaikan haji yang
wajib atas dirinya, maka sesungguhnya Allah Maha Pembalas terimakasih kepadanya
karena ketaatannya, dan Maha Pembalas atas ketaatannya itu dengan sebaik
baiknya balasan di hari pembalasan (Yaumid din) nanti.
Orang yang menyengaja kesana – hai orang orang
yang beriman Baitullah atau Mekkah untuk berhaji, atau menyengaja berziarah
tidak kelur dari thawaf, tidak keluar karena sesungguhnya sai perintah Allah,
mencari ridha Allah.[3]
C.
Kata kata sulit
$xÿ¢Á9$ = Batu yang sangat halus
ouröyJø9$# = setiap batu yang tidak bercampur dengan
benda benda lain
Ìͬ!$yèx© = tanda
atau alamat
kym = Menyengaja,
menuju dan berulang kali menuju sesuatu
yJtFôã$# = Ziarah atau
berkunjung
y$oYã_ =
condong kepada perbuatan dosa itu dengan sendirinya. Demikian
itu
karena perbuatan ini condong kearah batil.
§q©Üt = Bersai.
D.
Kajian Hukum
Menurut hukum syari’at
Perbedaaan ulama dalam hukumnya Sai antara Sofa dan Marwah itu ada
3:
1.
Sai antara sofa dan marwah hukum dari pada rukunnya haji, barang
siapa yang meninggalkannya maka hajinya batal, ini menurut madzab safi’I dan
maliki. Diriwayatkan dari imam Ahmad.
2.
Wajib tetapi tidak rukun, dan apabila meninggalkannya wajib padanya
suatu denda (membayar denda), ini menurut pendapat abi Hanifah
dan Imam Ats Tsauri.
3.
Sesungguhnya Sai itu taat “sunnah” tidak mewajibkan atas sesuatu
meninggalkan sai, ini pendapat madzab Ibnu Abbas, Anas. Diriwayatkat oleh Imam
Ahmad.[4]
a. Argumen Madzab Pertama:
1)
Mengatakan bahwa sai itu rukun haji,
menurut jumhur mengemukakan
argumentasi sebagai berikut:
اسعوافا ن الله كتب عليكم السى
Artinya: “Laksanakanlah Sai, karena sesungguhnya Allah swt, telah
mewajibkan sai atasmu”.
2)
Adanya ketetapan bahwasanya Nabi saw. telah melakukan “sai” dalam haji wada’, ketika telah dekat dengan bukit shafa maka beliau
membaca ayat:
انّ الصفا والمروة من سعا ئرالله
Artinya: “Sesungguhnya Shafa dan Marwa
adalah sebagian dari tanda tanda kebesaran Allah”.
Dalam ayat ini Allah swt. Menyebut Shafa
terlebih dahulu dan beliau bersabda:
اٍبدً وابما بدآالله به
Artinya: “Mulailah dengan apa yang dimulai
Allah”.
Lalu beliau menyempurnakan sa’i sebanyak tujuh
kali dan menyuruh para shahabat untuk mengikuti jejak beliau itu. Maka beliau
bersabda:
خذوا عني منا سككم
Artinya: “Ambillah daripadaku, manasik
hajimu”.
Perintah (amar) disini adalah LIL WUJUB
(menunjukkan hukum wajib). Maka berarti menunjukkan bahwasanya sa’i adalah
rukun haji.[5]
3)
Dari Aisyah ra.:
لعمرى مااتم الله حج من لم يطف بين الصفا والمروة
Artinya :”demi umurku, Allah swt. Tidak berkenan menyempurnakan
ibadah haji orang yang tidak berputar antara bukit Shafa dan Marwa”.
Jumhur Ulama berkata: Sesungguhnya sai adalah beberapa
putaran yang disyariatkan disalah satu bumi dari tanah haram, ia merupakan
amalan ibadah dalam haji dan umrah, maka ia merupakan salah satu rukun dalam
kedua ibadah itu. Seperti halnya thawaf disekeliling Baitullah.
b.
Argumen Dalil
madzab kedua
Abu
Hanifah dan Ats Tsauri dalam menguatkan pendapat mereka bahwa mereka mengatakan wajib dan bukan merupakan rukun sebab:
1) Sesungguhnya
ayat Al Quran yang mulia menghilangkan dosa dari orang orang yang melakukan sai diantara keduanya. QS. Al Baqarah ayat 158
…. xsù yy$oYã_
Ïmøn=tã
br& §q©Üt ….$yJÎgÎ/
ÇÊÎÑÈ
Artinya
:” Maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya”.
Diangkatnya dosa dari orang yang bersai ini menunjukkan
bahwa sa’i hukumnya IBAHAH (boleh dikerjakan bukan menunjukkan bahwa ia itu
rukun haji. Akan tetapi tindakan Nabi saw. menjadikannya wajib maka jadilah ia
seperti wukuf di Muzdalifah, melempar jumrah dan thawaf ifadah yang cukup
membayar DAM (denda) jika ditinggalkan.
2) Mereka mengemukakan pula hadits yang
diriwayatkan Asy Sya’bi dari Urwah ibn Mudris Ath Tha’if, ia berkata: Aku
telah menghadap Rasulullah saw. di Muzdalifah, lalu aku berkata: Ya Rasuk, aku
datang dari gunung Thai. Setiap aku melewati gunung, pasti aku wuquf diatasnya
maka apakah aku memperoleh haji? Lalu Rasul menjawab: Barangsiapa shalat
bersama kami, shalat ini, dan berwuquf bersamaku di tempat ini, dan ia telah
sampai di Arafah sebelumnya, diwaktu malam atau siang maka berarti ia telah
menyempurnakan ibadah hajinya dan ia boleh menghilangkan kotorannya”.
Segi pengambilan dalil (wajhul istidlal) dari
hadits ini ada dua segi, yaitu:
1.
Penjelasan Nabi saw. tentang kesempurnaan hajinya sedang
sa’i antara Shafa dan Marwa tidak terdapat di situ.
2.
Bahwa andaikata sa’i itu termasuk salah satu kewajiban
haji dan rukunnya, tentulah beliau menjelaskan hal itu kepada si penanya,
karena beliau mengetahui kebodohannya tentang hukum.[6]
c.
Dalil Madzab ketiga
Mereka yeng berpendapat bahwa sai itu adalah TATHAWWU’,
bukan termasuk rukun dan bukan wajib haji, mengemukakan argumentasi
sebagaimana:
1)
Firman Allah swt. Dalam QS. Al Baqarah ayat 158. Berbunyi:
…… `tBur tí§qsÜs? #Zöyz ¨bÎ*sù ©!$# íÏ.$x© íOÎ=tã ÇÊÎÑÈ
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan
kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha
mengetahui”.
Didalam ayat ini, Allah swt. Menjelaskan bahwa
sai adalah amal kebajikan (tathawwu’) dan bukan wajib maka barang siapa meninggalkannya,
ia tidak dikenai sangsi apa apa, sebagai pengalaman daripada lahirnya ayat
tersebut.
2)
Hadits Nabi yang berbunyi:
الحج عرفة
(Haji itu adalh Arafah). Mereka berkata: hadits ini menunjukkan sesungguhnya mencapai arafah
termasuk sempurnanya haji. Ini menunjukkan pula terdapat kesempurnaannya ditinjau dari berbagai
aspeknya, pengalaman telah ditinggalkan (tidak diperlukan lagi) dalam sebagaian
perkara, maka tinggal pengalaman yang perlu dilaksanakan dalam sa’i.
Ibnu Jauzy berkata: “Dan riwayat tentang sa’i
antara Shafa dan Marwa yang datang dari imam kita Malik keadaanya simpang siur,
berbeda beda. Al Atsram menukil, bahwa orang yang meninggalkan sa’i. Ibadah
hajinya tidak dianggap cukup (tidak sah). Abu Thalib juga mengutip, bahwa
tidaklah ada sanksi apapun dalam meninggalkannya, baik sengaja maupun lupa
namun tidak baik juka ditinggalkan. Sedangkan Al Maimun meriwayatkan, bahwa
sa’i itu tafhawwu’ (sunnat).
d.
Tarjih
Pengarang kitab Al Mughni Ibnu Qudamah,
cenderung mengutamakan madzab kedua, seraya berkata: “Ini adalah lebih utama,
sebab argumentasi yang dikemukakan oleh orang yang mewajibkannya menunjukkan
mutlaqul wujub (wajib secara mutlak), tidak berdasarkan adanya hal itu sebagai
“suatu kewajiban tidak akan sempurna tanpa dikerjakannya”.
لايتم الواجب
الابه
Sedangkan pendapat Aisyah ditentang oleh
sahabat sahabat lainnya.
Aku (Muhammad Ali Ash Shabuni): “yang shahih
adalah persepsi Jumhur. Karena Nabi Muhammad sendiri bersai antara bukit shafa
dan marwa, dan beliau bersabda:
خذواعنى منا سككم
(Ambilah daripadaku, manasik hajimu), padahal mengikuti jejak Rasul saw.
adalah wajib. Sedang pengakuan orang yang mengatakan bahwa sai itu SUNNAT
(TATHAWWU’) dengan menggunakan dasar ayat:
`tBur tí§qsÜs? #Zöyz ¨bÎ*sù ©!$# íÏ.$x© íOÎ=tã
“Barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka
Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha mengetahui”.ini tidak jelas. Sebab makna ayat ini
sebagaimana dikatakan Ath Thabari ialah “mengerjakan tathawwu’ dengan beribadah
haji dan ibadah umrah kedua kali, ketiga kali dan seterusnya”. Wallahua’lam.
E.
Hikmah
Allah Yang Maha Mulia memerintahkan orang orang mukmin untuk melaksanakan
sai (berlari lari kecil) antara bukit Shofa dan Marwah ketika menunaikan ibadah
haji atau umrah. Dia juga menjadikan sai ini sebagai salah satu tanda tanda
kebesaran agamaNya dan rambu rambu taat kepadaNya. Hal itu berati menghidupkan
kembali peristiwa historis yang paling dikenang dalam sejarah manusia. Hal itu
adalah Ismail as. Bersama ibunya Hajar, seorang mukminah yang penyabar, setelah
mereka berdua ditinggalkan kekasihnya Allah, Ibrahim as. Disuatu tempat
(lembah) terpencil, tanpa teman, tanpa penghibur dan tanpa ada penghuni
lainnya.
Ibrahim meninggalkan mereka itu hanyalah semata mata menuruti perintah
Allah swt. Dipadang pasir yang sunyi lagi luas, yang tidak dihuni siapapun
juga, karena Allah swt. Menginginkan agar tempat ini dikemudian hari ramai
dengan penduduk dan bermaksud menjadikan tanah yang penuh berkah ini sebagai
tempat dibangunnya Baitullah Al Atiq dan sebagai pusat berkumpulnya umat
manusia diseluruh dunia.
Adalah Ismail seorang bayi yang masih disusui kala itu. Ketika Ibrahim
hendak kembali, diikutilah oleh bunda Ismail, Siti Hajar seraya berkata:
“Ibrahim, kau akan pergi kemana dan meninggalkan kami di tempat yang sunyi dan
senyap, tanpa seorang teman dan penghibur ini? Ibrahim tidak menggubris
sedikitpun terhadap pertanyaan istrinya itu, karena khawatir akan gagal
melaksanakan perintah Allah swt. Kemudian Hajar mengajukan pertanyaan lagi
“Ibrahim apakah Allah menyuruhmu demikian?” “ya”, jawabnya. Hajarpun berkata
“jadi begitu, Allah swt tidak akan menyia nyiakan kami”.[7]
Lalu Hajar kembali, sementara Ibrahim melanjutkan perjalannannya sehingga
kala Ibrahim telah sampai pada suatu tempat dimana ia dapat melihat mereka,
sedangkan mereka tidak dapat melihatnya, menghadaplah Ibrahim dengan mukanya
kearah Baitullah, kemudian memanjatkan doa penuh berkah yang telah disebutkan
dalam AL Quranul Karim seperti dibawah ini:
!$uZ/§ þÎoTÎ)
àMZs3ór& `ÏB
ÓÉLÍhè
>#uqÎ/ Îöxî Ï
?íöy
yYÏã y7ÏF÷t/ ÇP§ysßJø9$# $uZ/u
(#qßJÉ)ãÏ9
no4qn=¢Á9$# ö@yèô_$$sù ZoyÏ«øùr& ÆÏiB
Ĩ$¨Z9$#
üÈqöksE
öNÍkös9Î)
Nßgø%ãö$#ur z`ÏiB
ÏNºtyJ¨W9$#
óOßg¯=yès9
tbrãä3ô±o ÇÌÐÈ
Artinya: “Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya aku
telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai
tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan Kami
(yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka Jadikanlah hati
sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari
buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim. 37)
Kemudian Ibrahim as. Pergi menempuh padang pasir yang luas dan lembah
lembah yang sunyi, sehingga akhirnya ia kembali ketanah airnya pertama dibumi
Palestina, setelah meninggalkan istri dan anaknya dalam perlindungan Allah swt. [8]
Ibu Ismail tinggal sendirian bersama bayinya yang disusuinya. Ia minum dari
tempat air yang dibawanya, dan memakan buah buahan yang ditinggalkan Ibrahim
untuknya. Sehingga jika persediaan ditempat air itu habis, ia pun haus dahaga
dan demikian dengan anaknya Ismail. Melihat bayinya yang nyaris meninggal
karena kehausan. Lalu ia pergi mencari air untuknya hingga tiba kesebuah bukit
terdekat yaitu shafa. Ia berdiri lalu memandang kesebuah lembah dengan harapan
mudah mudahn ia melihat seseorang. Tetapi, tidak ada seorangpun yang ia lihat.
Kemudian ia turun dari bukir shafa dan berlari lari kecil antara bukit shafa
dan marwa tujuh kali.
Abdullah ibn Abbas ra. Berkata: “maka itulah sai yang dilakukan umat
manusia antara bukit shafa dan marwa ... sehingga kala Hajar telah tak berdaya
dan tak punya kekuatan sama sekali , ia mendengar suara dari kejauhan, lalu ia
berkata; sunnguh engkau telah diperdengarkan suaramu kepadaku, maka tolonglah
aku, jika memang engkau mampu menolong. Kemudian ia memandang kesuatu arah. Tiba
tiba ia melihat seorang lelaki tampan didekat sumur zam zam. Lalu ia menuju
kearahnya. Ayat ini ayat dari Allah. Kemudian malik berkata: jangan takut
karena Allah bersama kita.
Dari ringkasan sejarah ini dan menunjukkan atau mengingatkan yang mana Allah
ingin menjadikan tempat tersebut sebagai tempat ibadah. Dan menjadikan dari
tempat tersebut manasik haji dan syiar agama islam. [9]
DAFTAR PUSTAKA
Shabuni, Syaikh Muhammad Ali Ash. Terjemahan Rawaai’ul Bayan Tafsiir
Ayat ayat hukum jus I. 1993. Semarang: CV. Asy Syifa Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar