Jumat, 18 Maret 2016

Sai Antara Buki Shafa dan Marwa



KELOMPOK 6
Judul                           : Sai Antara Buki Shafa dan Marwa              
Jurusan/Prodi              : Syariah/Muamalah . SMG Tahun ajaran 2015/2016
Nama Kelompok         : 1. Donni Lailatul Masruroh                    (210214201)
                                      2. Nian Wafiratul                              (210214204)
                                      3. Riska Dwi Anissa                         (210214207)
                                      4. Wahyu Hilda Safitri                      (210214216)
Resum ini diajukan untuk memenuhi mata kuliah Tafsir Ahkam
Pendahuluan:
Dalam melakukan umrah dan Haji terdapat hal yang harus dilakukan. Setiap perbuatan dalam haji dan umrah sebenarnya mengandung rahasia dan sejarah didalamnya. Antara lain adalah Sai. Sai adalah berlari kecil kecilan sebagai rangkaian ibadah haji dan umrah, dimulai dari bukit shafa ke bukit marwa lalu kembali sebaliknya. Perjalanan bolak balik itu harus berjumlah 7 kali.
Orang yang pertama kali melakukan sai adalah ibu Ismail. Waktu itu Siti Hajar kebingungan karena anaknya Ismail menangis kehausan. Dalam ibadah Sai antara Shafa dan marwa mengandung pengertian memohon pertolongan kepada Allah dalam menghadapi kesulitan. Karena pada tempat itu Allah menghilangkan kesusahan yang menimpa Hajar dan anaknya Ismail.
Hukum dalam melakukan Sai saat ini masih banyak perbedaan pendapat dari berbagai ulama. Mereka mengemukakan pendapatnya dengan menyertakan alasan alasan yang terkait.
Dalam makalah ini akan membahas mengenai dasar hukum sai dalam Al Quran beserta makna globalnya juga kajian hukum melakukan sai juga hikmah yang didapat ketika melakukan Sai.
A.    Dasar Hukum/Dalil
* ¨bÎ) $xÿ¢Á9$# nouröyJø9$#ur `ÏB ̍ͬ!$yèx© «!$# ( ô`yJsù ¢kym |MøŠt7ø9$# Írr& tyJtFôã$# Ÿxsù yy$oYã_ Ïmøn=tã br& š§q©Ütƒ $yJÎgÎ/ 4 `tBur tí§qsÜs? #ZŽöyz ¨bÎ*sù ©!$# íÏ.$x© íOŠÎ=tã ÇÊÎÑÈ  
Artinya: “Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka Barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, Maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. dan Barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha mengetahui.[1]

B.     Makna Global
Shafa Dan Marwah
Shafa secara bahasa adalah batu yang lembut. Dikuatkan dari hal bersih tidak ada kecampuran suatupun.
Dalam arti luas shofa adalah batu yang halus dan menjadi keras. Allah bersabda dalam QS. Al Baqarah ayat 264
¼ã&é#sVyJsù È@sVyJx. Ab#uqøÿ|¹ …. ÇËÏÍÈ  
Artinya: “Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin”
Jamaknya sofa صاة
Mubarrad berkata:  “Shofa itu setiap batu yang tidak tercampur yang lain dari debu atau tanah liat”.
Marwa kholil berkata “Bebatuan yang putih dan halus”.
Marwa diumpamakan buah kurma.
Alwasyi berkata “Terkadang dijadikan dalam adat orang-orang yang berilmu dua gunung dengan mekah secara bahasa”.
Allah Aza Wajala bersabda “sesungguhnya sofa dan marwah – wahai mukminin, adalah sebagian dai sekian banyak tanda tanda agama Allah swt. Yang telah dijadikannya sebagai rambu rambu dan monumen kebesaran bagi hamba hamba Nya yang dapat mereka jadikan sarana menyembahNya dan memanjatkan doa, berdzikir dan berbagai ,a,cam amal yang dapat mendekatkan diri padaNya.
Sai antara dua bukit ini (Shafa dan Marwa) merupakan salah satu tanda kebesaran agama Islam dan salah satu amalan menasik haji yang tidak boleh diabaikan. Karena ia (sai) adalah ketetapan Dzat Yang Maha Bijaksana lagi maha mengetahui, yakni ketetapan (hukum) yang telah diperintahkan-Nya kepada kekasihnya Ibrahim as. syara’ perkara yang diperintahkan tersebut mengikuti jejak nabi Ibrahim. Dalilnya:
$uZ­/u $uZù=yèô_$#ur Èû÷üyJÎ=ó¡ãB y7s9 `ÏBur !$uZÏF­ƒÍhèŒ Zp¨Bé& ZpyJÎ=ó¡B y7©9 $tRÍr&ur $oYs3Å$uZtB ó=è?ur !$oYøn=tã ( y7¨RÎ)
|MRr& Ü>#§q­G9$# ÞOŠÏm§9$# ÇÊËÑÈ  
Artinya: Ya Tuhan Kami, Jadikanlah Kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu Kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada Kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji Kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Maka barang siapa diantara kamu, hai orang orang beriman, menuju ke Baitullah Al Atiq untuk menunaikan ibadah haji, atau menuju kepadanya untuk keperluan ziarah, maka janganlah sekali kali ia merasa berdosa mengerjakan sai diantara keduanya. Karena memang tak ada dosa baginya. Sebab ia bersa’i hanyalah karena Allah swt: semata mata, menuruti perintahNya dan mencari ridhaNya. [2]
Orang orang musyrik tidaklah demikian, mereka bersai karena beberapa berhala itu. Sedangkan kalian bersai kare Allah Tuhan semesta alam. Oleh sebab itu janganlah kalian meninggalkan sai diantara keduanya, hanya karena khawatir menyerupai orang orang diantara keduanya karena kufur, sedangkan kalian sai diantara keduanya karena beriman dan percaya rasul utusanNya dan taat kepada perintahKu.
Maka tidaklah dosa bagi kalian dalam kebajikan secara sukarela dengan menunaikan haji dan umrah setelah menunaikan haji yang wajib atas dirinya, maka sesungguhnya Allah Maha Pembalas terimakasih kepadanya karena ketaatannya, dan Maha Pembalas atas ketaatannya itu dengan sebaik baiknya balasan di hari pembalasan (Yaumid din) nanti.
Orang yang menyengaja kesana – hai orang orang yang beriman Baitullah atau Mekkah untuk berhaji, atau menyengaja berziarah tidak kelur dari thawaf, tidak keluar karena sesungguhnya sai perintah Allah, mencari ridha Allah.[3]

C.     Kata kata sulit
$xÿ¢Á9$   = Batu yang sangat  halus
ouröyJø9$#             = setiap batu yang tidak bercampur dengan benda benda lain
̍ͬ!$yèx©  = tanda atau alamat
kym     = Menyengaja, menuju dan berulang kali menuju sesuatu
yJtFôã$# = Ziarah atau berkunjung
y$oYã_  = condong kepada perbuatan dosa itu dengan sendirinya. Demikian  
                itu karena perbuatan ini condong kearah batil.
§q©Ütƒ            = Bersai.
D.    Kajian Hukum
Menurut hukum syari’at
Perbedaaan ulama dalam hukumnya Sai antara Sofa dan Marwah itu ada 3:
1.      Sai antara sofa dan marwah hukum dari pada rukunnya haji, barang siapa yang meninggalkannya maka hajinya batal, ini menurut madzab safi’I dan maliki. Diriwayatkan dari imam Ahmad.
2.      Wajib tetapi tidak rukun, dan apabila meninggalkannya wajib padanya suatu denda (membayar denda), ini menurut pendapat abi Hanifah dan Imam Ats Tsauri.
3.      Sesungguhnya Sai itu taat “sunnah” tidak mewajibkan atas sesuatu meninggalkan sai, ini pendapat madzab Ibnu Abbas, Anas. Diriwayatkat oleh Imam Ahmad.[4]

a.       Argumen Madzab Pertama:
1)      Mengatakan bahwa sai itu rukun haji, menurut jumhur mengemukakan argumentasi sebagai berikut:
اسعوافا ن الله كتب عليكم السى
Artinya: “Laksanakanlah Sai, karena sesungguhnya Allah swt, telah mewajibkan   sai atasmu”.
2)      Adanya ketetapan bahwasanya Nabi saw. telah melakukan “sai” dalam haji wada’, ketika telah dekat dengan bukit shafa maka beliau membaca ayat:
انّ الصفا والمروة من سعا ئرالله
Artinya: “Sesungguhnya Shafa dan Marwa adalah sebagian dari tanda tanda kebesaran Allah”.
Dalam ayat ini Allah swt. Menyebut Shafa terlebih dahulu dan beliau bersabda:
اٍبدً وابما بدآالله به
Artinya: “Mulailah dengan apa yang dimulai Allah”.
Lalu beliau menyempurnakan sa’i sebanyak tujuh kali dan menyuruh para shahabat untuk mengikuti jejak beliau itu. Maka beliau bersabda:
خذوا عني منا سككم
Artinya: “Ambillah daripadaku, manasik hajimu”.
Perintah (amar) disini adalah LIL WUJUB (menunjukkan hukum wajib). Maka berarti menunjukkan bahwasanya sa’i adalah rukun haji.[5]
3)      Dari Aisyah ra.:
لعمرى مااتم الله حج من لم يطف بين الصفا والمروة
Artinya :demi umurku, Allah swt. Tidak berkenan menyempurnakan ibadah haji orang yang tidak berputar antara bukit Shafa dan Marwa”.
Jumhur Ulama berkata: Sesungguhnya sai adalah beberapa putaran yang disyariatkan disalah satu bumi dari tanah haram, ia merupakan amalan ibadah dalam haji dan umrah, maka ia merupakan salah satu rukun dalam kedua ibadah itu. Seperti halnya thawaf disekeliling Baitullah.

b.      Argumen Dalil madzab kedua
Abu Hanifah dan Ats Tsauri dalam menguatkan pendapat mereka bahwa mereka mengatakan wajib dan bukan merupakan rukun sebab:
1)      Sesungguhnya ayat Al Quran yang mulia menghilangkan dosa dari orang orang yang melakukan sai diantara keduanya. QS. Al Baqarah ayat 158
…. Ÿxsù yy$oYã_ Ïmøn=tã br& š§q©Ütƒ ….$yJÎgÎ/ ÇÊÎÑÈ  
Artinya :” Maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya”.
Diangkatnya dosa dari orang yang bersai ini menunjukkan bahwa sa’i hukumnya IBAHAH (boleh dikerjakan bukan menunjukkan bahwa ia itu rukun haji. Akan tetapi tindakan Nabi saw. menjadikannya wajib maka jadilah ia seperti wukuf di Muzdalifah, melempar jumrah dan thawaf ifadah yang cukup membayar DAM (denda) jika ditinggalkan.
2)      Mereka mengemukakan pula hadits yang diriwayatkan Asy Sya’bi dari Urwah ibn Mudris Ath Tha’if, ia berkata: Aku telah menghadap Rasulullah saw. di Muzdalifah, lalu aku berkata: Ya Rasuk, aku datang dari gunung Thai. Setiap aku melewati gunung, pasti aku wuquf diatasnya maka apakah aku memperoleh haji? Lalu Rasul menjawab: Barangsiapa shalat bersama kami, shalat ini, dan berwuquf bersamaku di tempat ini, dan ia telah sampai di Arafah sebelumnya, diwaktu malam atau siang maka berarti ia telah menyempurnakan ibadah hajinya dan ia boleh menghilangkan kotorannya”.
Segi pengambilan dalil (wajhul istidlal) dari hadits ini ada dua segi, yaitu:
1.      Penjelasan Nabi saw. tentang kesempurnaan hajinya sedang sa’i antara Shafa dan Marwa tidak terdapat di situ.
2.      Bahwa andaikata sa’i itu termasuk salah satu kewajiban haji dan rukunnya, tentulah beliau menjelaskan hal itu kepada si penanya, karena beliau mengetahui kebodohannya tentang hukum.[6]

c.        Dalil Madzab ketiga
Mereka yeng berpendapat bahwa sai itu adalah TATHAWWU’, bukan termasuk rukun dan bukan wajib haji, mengemukakan argumentasi sebagaimana:
1)      Firman Allah swt. Dalam QS. Al Baqarah ayat 158. Berbunyi:
…… `tBur tí§qsÜs? #ZŽöyz ¨bÎ*sù ©!$# íÏ.$x© íOŠÎ=tã ÇÊÎÑÈ  
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha mengetahui”.
Didalam ayat ini, Allah swt. Menjelaskan bahwa sai adalah amal kebajikan (tathawwu’) dan bukan wajib maka barang siapa meninggalkannya, ia tidak dikenai sangsi apa apa, sebagai pengalaman daripada lahirnya ayat tersebut.
2)      Hadits Nabi yang berbunyi:
الحج عرفة
(Haji itu adalh Arafah).  Mereka berkata: hadits ini menunjukkan sesungguhnya mencapai arafah termasuk sempurnanya haji. Ini menunjukkan pula terdapat kesempurnaannya ditinjau dari berbagai aspeknya, pengalaman telah ditinggalkan (tidak diperlukan lagi) dalam sebagaian perkara, maka tinggal pengalaman yang perlu dilaksanakan dalam sa’i.
Ibnu Jauzy berkata: “Dan riwayat tentang sa’i antara Shafa dan Marwa yang datang dari imam kita Malik keadaanya simpang siur, berbeda beda. Al Atsram menukil, bahwa orang yang meninggalkan sa’i. Ibadah hajinya tidak dianggap cukup (tidak sah). Abu Thalib juga mengutip, bahwa tidaklah ada sanksi apapun dalam meninggalkannya, baik sengaja maupun lupa namun tidak baik juka ditinggalkan. Sedangkan Al Maimun meriwayatkan, bahwa sa’i itu tafhawwu’ (sunnat).

d.   Tarjih
Pengarang kitab Al Mughni Ibnu Qudamah, cenderung mengutamakan madzab kedua, seraya berkata: “Ini adalah lebih utama, sebab argumentasi yang dikemukakan oleh orang yang mewajibkannya menunjukkan mutlaqul wujub (wajib secara mutlak), tidak berdasarkan adanya hal itu sebagai “suatu kewajiban tidak akan sempurna tanpa dikerjakannya”.
لايتم الواجب الابه
Sedangkan pendapat Aisyah ditentang oleh sahabat sahabat lainnya.
Aku (Muhammad Ali Ash Shabuni): “yang shahih adalah persepsi Jumhur. Karena Nabi Muhammad sendiri bersai antara bukit shafa dan marwa, dan beliau bersabda:
خذواعنى منا سككم  
(Ambilah daripadaku, manasik hajimu), padahal mengikuti jejak Rasul saw. adalah wajib. Sedang pengakuan orang yang mengatakan bahwa sai itu SUNNAT (TATHAWWU’) dengan menggunakan dasar ayat:
`tBur tí§qsÜs? #ZŽöyz ¨bÎ*sù ©!$# íÏ.$x© íOŠÎ=tã
“Barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha mengetahui”.ini tidak jelas. Sebab makna ayat ini sebagaimana dikatakan Ath Thabari ialah “mengerjakan tathawwu’ dengan beribadah haji dan ibadah umrah kedua kali, ketiga kali dan seterusnya”. Wallahua’lam.
E.     Hikmah
Allah Yang Maha Mulia memerintahkan orang orang mukmin untuk melaksanakan sai (berlari lari kecil) antara bukit Shofa dan Marwah ketika menunaikan ibadah haji atau umrah. Dia juga menjadikan sai ini sebagai salah satu tanda tanda kebesaran agamaNya dan rambu rambu taat kepadaNya. Hal itu berati menghidupkan kembali peristiwa historis yang paling dikenang dalam sejarah manusia. Hal itu adalah Ismail as. Bersama ibunya Hajar, seorang mukminah yang penyabar, setelah mereka berdua ditinggalkan kekasihnya Allah, Ibrahim as. Disuatu tempat (lembah) terpencil, tanpa teman, tanpa penghibur dan tanpa ada penghuni lainnya.
Ibrahim meninggalkan mereka itu hanyalah semata mata menuruti perintah Allah swt. Dipadang pasir yang sunyi lagi luas, yang tidak dihuni siapapun juga, karena Allah swt. Menginginkan agar tempat ini dikemudian hari ramai dengan penduduk dan bermaksud menjadikan tanah yang penuh berkah ini sebagai tempat dibangunnya Baitullah Al Atiq dan sebagai pusat berkumpulnya umat manusia diseluruh dunia.
Adalah Ismail seorang bayi yang masih disusui kala itu. Ketika Ibrahim hendak kembali, diikutilah oleh bunda Ismail, Siti Hajar seraya berkata: “Ibrahim, kau akan pergi kemana dan meninggalkan kami di tempat yang sunyi dan senyap, tanpa seorang teman dan penghibur ini? Ibrahim tidak menggubris sedikitpun terhadap pertanyaan istrinya itu, karena khawatir akan gagal melaksanakan perintah Allah swt. Kemudian Hajar mengajukan pertanyaan lagi “Ibrahim apakah Allah menyuruhmu demikian?” “ya”, jawabnya. Hajarpun berkata “jadi begitu, Allah swt tidak akan menyia nyiakan kami”.[7]
Lalu Hajar kembali, sementara Ibrahim melanjutkan perjalannannya sehingga kala Ibrahim telah sampai pada suatu tempat dimana ia dapat melihat mereka, sedangkan mereka tidak dapat melihatnya, menghadaplah Ibrahim dengan mukanya kearah Baitullah, kemudian memanjatkan doa penuh berkah yang telah disebutkan dalam AL Quranul Karim seperti dibawah ini:
!$uZ­/§ þÎoTÎ) àMZs3ór& `ÏB ÓÉL­ƒÍhèŒ >Š#uqÎ/ ÎŽöxî ÏŒ ?íöy yYÏã y7ÏF÷t/ ÇP§ysßJø9$# $uZ­/u (#qßJÉ)ãÏ9 no4qn=¢Á9$# ö@yèô_$$sù ZoyÏ«øùr& šÆÏiB Ĩ$¨Z9$# üÈqöksE öNÍköŽs9Î) Nßgø%ãö$#ur z`ÏiB ÏNºtyJ¨W9$# óOßg¯=yès9 tbrãä3ô±o ÇÌÐÈ  
Artinya: “Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim. 37)
Kemudian Ibrahim as. Pergi menempuh padang pasir yang luas dan lembah lembah yang sunyi, sehingga akhirnya ia kembali ketanah airnya pertama dibumi Palestina, setelah meninggalkan istri dan anaknya dalam perlindungan Allah swt. [8]
Ibu Ismail tinggal sendirian bersama bayinya yang disusuinya. Ia minum dari tempat air yang dibawanya, dan memakan buah buahan yang ditinggalkan Ibrahim untuknya. Sehingga jika persediaan ditempat air itu habis, ia pun haus dahaga dan demikian dengan anaknya Ismail. Melihat bayinya yang nyaris meninggal karena kehausan. Lalu ia pergi mencari air untuknya hingga tiba kesebuah bukit terdekat yaitu shafa. Ia berdiri lalu memandang kesebuah lembah dengan harapan mudah mudahn ia melihat seseorang. Tetapi, tidak ada seorangpun yang ia lihat. Kemudian ia turun dari bukir shafa dan berlari lari kecil antara bukit shafa dan marwa tujuh kali.
Abdullah ibn Abbas ra. Berkata: “maka itulah sai yang dilakukan umat manusia antara bukit shafa dan marwa ... sehingga kala Hajar telah tak berdaya dan tak punya kekuatan sama sekali , ia mendengar suara dari kejauhan, lalu ia berkata; sunnguh engkau telah diperdengarkan suaramu kepadaku, maka tolonglah aku, jika memang engkau mampu menolong. Kemudian ia memandang kesuatu arah. Tiba tiba ia melihat seorang lelaki tampan didekat sumur zam zam. Lalu ia menuju kearahnya. Ayat ini ayat dari Allah. Kemudian malik berkata: jangan takut karena Allah bersama kita.
Dari ringkasan sejarah ini dan menunjukkan atau mengingatkan yang mana Allah ingin menjadikan tempat tersebut sebagai tempat ibadah. Dan menjadikan dari tempat tersebut manasik haji dan syiar agama islam. [9]







DAFTAR PUSTAKA

Shabuni, Syaikh Muhammad Ali Ash. Terjemahan Rawaai’ul Bayan Tafsiir Ayat ayat hukum jus I. 1993. Semarang: CV. Asy Syifa Semarang.


[1]Syaikh Muhammad Ali Ash Shabuni, Terjemahan Rawaai’ul Bayan Tafsiir Ayat ayat hukum jus I, (Semarang: CV. Asy Syifa Semarang. 1993), 193
[2]Ibid., 198
[3]Ibid., 198
[4]Ibid., 203
[5]Ibid., 204-206
[6]Ibid., 207
[7]Ibid., 210
[8]Ibid., 210
[9] Ibid., 211

Tidak ada komentar:

Posting Komentar